Rabu, 29 Oktober 2014

Masa Depan Pendidikan Indonesia Pasca Pilpres 2014?


Jumat, 25/04/2014 09:01




Oleh Khaerul Anam Harisah
Ada berapa jumlah guru yang masih hidup? itu pertanyaan Kaisar Jepang setelah Jepang dijatuhi bom atom pada Perang Dunia II, tidak bertanya berapa jumlah tentara dan jenderal yang meninggal dan selamat. Kaisar Jepang tahu bahwa untuk bangkit kembali membangun negaranya setelah luluh lantak akibat perang ialah dengan pertama kali membangun manusianya. Maka dalam hal ini pendidikan menjadi hal yang menjadi prioritas yang harus diperhatikan. Itulah yang menjadikan Jepang begitu cepat bangkit dalam kurung waktu singkat sehingga mampu menjadi negara yang maju.
Pendidikan adalah urusan mendasar suatu bangsa yang tidak bisa dianggap sebelah mata dan tidak mendapat perhatian penuh. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof Dr Daoed Joesoef mengatakan, “Ketahanan dan kekuatan suatu bangsa terletak pada bidang pendidikan, pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Tidak ada bangsa yang maju yang tidak didukung pendidikan yang kuat, dan jika ingin menjadi negara yang kuat, maju dan disegani dunia internasional, maka Indonesia harus menjadikan pendidikan sebagai bidang unggulan. Saat ini 53 persen penduduk Indonesia yang bekerja hanya berijazakan tamat SD dan yang bertitelkan sarjana hanya 9 persen. Dari sisi kuantitas, penduduk Indonesia menempati urutan ke empat tapi dari sisi kualitas hanya menempati urutan ke 124 dari 187 negara.  Sebuah  data angka-angka kualitas manusia bangsa ini yg harus kita renungkan.
Beberapa minggu lalu Kita telah melalui satu babakan penting dalam agenda bernegara yaitu Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) masa bakti 2014-2019 untuk memilih para anggota wakil rakyat di DPR/MPR dan tinggal berhitung beberapa minggu ke depan kita akan memilih Presiden baru secara langsung untuk memimpin kemana arah bangsa ini bergerak. Kepada mereka inilah tumpuan harapan rakyat ini akan dititipkan untuk perbaikan kondisi bangsa menjadi lebih baik. Namun yang patut disesalkan ialah sampai sekarang tak satupun dari mereka yang mampu menjanjikan harapan perbaikan pengelolaan pendidikan yang berkualitas pada kampanye-kampanye yang lalu, yang ada hanya kampanye narsistik kosong tanpa visi yang jelas.
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Aktifitas politik cenderung identik dengan aktifitas kepemimpinan komunitas kelompok bangsa. Idealnya orang yang terpanggil untuk berpolitik, maka aktifitas politiknya adalah memimpin, mengarahkan dan mengawal demi kemajuan dan kesejahtraan bangsanya.
Menjadi politisi seharusnya didasari oleh keterpanggilan dan tanggung jawab untuk memperbaiki bangsa dan negara untuk menjadi lebih baik tanpa melihat latar belakangnya. Itulah sebabnya seorang dokter seperti Mahathir Muhammad ikut berkiprah dalam politik. Demikian pula sosok Megawati yang sebagai ibu rumah tangga, Wiranto, Susilo bambang Yudhoyono dan Prabowo dari militer, Jusuf Kalla, Surya Paloh, Hary Tanoe, Abu Rizal Bakrie dan Jokowi dari saudagar, dan Abdurrahman Wahid, Hidayat Nur Wahid dari kalangan aktifis dakwah Islam.
Lalu apa kaitan politik dan pendidikan? politik dan pendidikan merupakan dua elemen penting dalam sistem negara. Keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain, keduanya sangat berperan dalam pembentukan karakter dan perilaku manusia. Di beberapa negara, instrumen pendidikan dijadikan sebagai lembaga penguatan ideologi dan orientasi negara terhadap rakyatnya.
Dalam ungkapan yang banyak dikutip terkait dengan relasi politik dan pendidikan, adalah ungkapan  Abernethy dan Coombe education and politics are inextricably linked (pendidikan dan politik terikat tanpa bias dipisahkan). Menurut Dale kontrol negara terhadap pendidikan umunnya dilakukan melalui empat cara. Pertama, sistem pendidkan diatur secara legal. Kedua, sistem pendidikan dijalankan sebagai birokrasi, menekankan ketaatan pada aturan dan objektivitas. Ketiga, penerapan wajib pendidikan (compulsory education). Keempat, reproduksi politik dan ekonomi yang berlangsung di sekolah berlangsung dalam konteks tertentu.
Dale menambahkan bahwa perangkat negara dalam bidang pendidikan, seperti sekolah dan administrasi pendidikan memiliki efek tersendiri terhadap pola, proses, dan praktik pendidikan. Dalam sejarah perpolitikan Islam pun, pendidikan juga erat kaitannya dengan politik. Hal tersebut nampak dalam bagaimana usaha negara menjadikan lembaga pendidikan dalam hal ini madrasah dan mesjid sebagai salah satu media konstalasi politik. Peranan yang dimainkan oleh masjid-masjid dan madrasah-madrasah dalam mengokohkan kekuasaan politik para penguasa Islam dapat dilihat dalam sejarah mengajarkan ideologi dan mazhab tertentu. Di lain pihak, ketergantungan pada aluran tangan para penguasa secara ekonomis, membuat lembaga-lembaga tersebut harus sejalan dengan nuansa politik yang berlaku.
Bagaimana dengan perjalanan sejarah politik dan pendidikan di Indonesia? secara sederhana bisa dibagi kedalam beberapa fase, pertama, fase pra kemerdekaan; pada fase ini lebih ditekankan pada penanaman nilai agama dan budaya kultur asli nusantara, pada fase ini banyak diisi dan dikontrol oleh pemuka adat dan tokoh agama. Kedua, fase perjuangan dan kemerdekaan. Pada fase ini penyelenggaraan pendidikan di tanah air diwarnai oleh proses modernisasi dan pergumulan antara aktivitas pendidikan pemerintahan kolonial baik Belanda dan Jepang  dengan aktivitas pendidikan kaum pribumi. Di satu pihak, pemerintah kolonial berusaha menempuh segala cara untuk memastikan bahwa berbagai kegiatan pendidikan tidak bertentangan dengan kepentingan kolonialisme dan mencetak para pekerja yang dapat diekploitasi untuk mendukung misi sosial, politik, dan ekonomi pemerintah kolonial.
Ketiga, fase pasca kemerdekaan atau Orde Lama. Pada fase ini pendidikan lebih diorientasikan pada penguatan character building, nasionalisme, pembangunan fondasi ideologi negara dan pada fase ini dkontrol oleh para tokoh nasionalis. Keempat, fase Orde Baru, fase ini pendidikan ditempatkan sebagai instrument percepatan pembangunan ekonomi negara dan Kelima, fase orde reformasi yang kurang lebih sudah berjalan selama 15 tahun fase ini pendidikan diorientasikan untuk bisa menyesuaikan dengan kondisi global dan semangat disentralisasi, sehingga muatan materi dan sistem pendidikan menekankan pada penguatan potensi local wisdom daerah setempat. Fase ini pendidikan belum menemukan sistem yang pas dan masih berusaha menemukan bentuk.
Saat ini kondisi pendidikan kita masih jauh tertinggal dari negara lain, baik dari sisi hasil kualitas out put lulusan, pengelolaan dan sistemnya. Berbagai masalah masalah timbul tiada akhir. Kisruh UN, transparansi dan korupsi dana pendidikan, merosotnya moral pelajar dan pengelola pendidikan, kurikulum yang masih mencari bentuk dan kasus terupdate terakhir kontroversi keberadaan sekolah-sekolah internasional yang dianggap tidak sejalan dengan semangat kebangsaan dan cenderung eksklusif.  
Membincangkan komposisi kepemimpinan bangsa untuk Pilpres mendatang terkesan larut hanya menilai dari hasil survey, popularitas, tanpa melihat isi dari visi misi calon presiden. Bahkan lucunya ada capres yang visi misinya masih disusun oleh tim sukses bersangkutan tapi sudah diprediksi akan memenangkan pertarungan politik memperebutkan posisi presiden hanyak karena faktor popularitas berdasarkan berbagai survey yang ada.  Presiden mendatang memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan, tidak hanya pada persoalan infrastuktur, keamanan, ekonomi, penegakan hukum tapi juga pada sektor "pendidikan".
Presiden mendatang harus memiliki visi dan komitmen untuk memperbaiki pendidikan agar negara kita maju dan segera bisa bersaing dengan negara lain. Selama bangsa dan pemimpinnya membicarakan pendidikan hanya sambil lalu, selama pendidikan dianggap bukan prioritas program utama pembangunan dan pendidikan dianggap bukan persoalan kepemimpinan nasional maka kita jangan berharap persoalan bangsa ini segera berakhir. Pendidikan adalah infrastruktur utama sebagai penopang majunya suatu bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar