Rabu, 29 Oktober 2014

Masa Depan Pendidikan Indonesia

 
 


Kebijakan Kemendikbud akhir-akhir ini dengan memberlakukan kurikulum 2013, saya menangkap sebagai upaya agar format pendidikan yang berada di bawah kewenangannya mampu menjawab tantangan masyarakat Indonesia ke depan. Pendidikan yang dijalankan selama ini, manakala tidak dievaluasi, dan selanjutnya dilakukan perubahan, maka akan ketinggalan zaman secara terus menerus. Selain itu, pendidikan dimaksud  akan selalu tidak relevan lagi dengan tuntutan zaman.
 
Hal yang perlu disadari bahwa zaman selalu berubah, dan apalagi perubahan itu akan semakin cepat sebagai akibat ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang cepat seperti sekarang ini. Manakala pendidikan tidak selalu diaudit dan selanjutnya dilakukan perubahan, maka konsumen pendidikan dalam hal ini adalah generasi bangsa ini akan tertinggal. Akibatnya, bangsa ini tidak akan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang sudah semakin maju.
 
Sebenarnya ketertinggalan itu sudah terasakan dengan jelasnya. Kita lihat dan rasakan secara sederhana saja, bangsa ini semakin menjadi konsumen. Artinya,  bangsa ini tidak mampu memproduk hingga kebutuhan yang amat sederhana sekalipun. Atau,  kalau pun mampu, produk yang dihasilkan selalu kalah bersaing dengan produk-produk negara lain yang sudah maju.
 
Bangsa yang menamakan diri sebagai bangsa agraris dan memiliki lahan pertanian luas dan subur, iklim yang sangat mendukung usaha pertanian, dan lain-lain, tetapi ternyata kebutuhan hidup sehari-hari, seperti beras, jagung, kedelai, kentang, daging, dan bahkan garam saja masih import. Bukankah sebenarnya, bangsa ini telah memiliki ahli-ahli pertanian, dan bahkan juga kampus-kampus telah lama membuka fakultas pertanian, peternakan,  kehutanan, perikanan, dan sejenisnya.
 
Para ahli pertanian, peternakan, kelautan dan perikanan kita ternyata belum mampu bersaing dengan para ahli yang sama dari negara-negara lain. Hasil karya para sarjana-sarjana negara lain ternyata lebih unggul, buktinya mereka mampu menjual produk-produknya ke Indonesia. Persoalan ini sebenarnya bukan sederhana, tetapi sangat mendasar. Hal yang perlu dipertanyakan  adalah  sebenarnya  di mana letak kekeliruan atau kesalahan yang selama ini dilakukan. Apakah pada  tingkat kebijakan, atau oleh karena para ahli dan sarjana yang dimiliki bangsa ini masih saja kalah bersaing dengan para ahli yang dimiliki oleh negara lain.
 
 Manakala kesalahan itu berada pada pengambil kebijakan, misalnya mereka  lebih menyukai mengambil jalan pintas, yaitu mengimport saja  berbagai kebutuhan pokok maka cara itu harus segera dihentikan. Sebab  kebijakan itu akan mengakibatkan produk dalam negeri  selalu kalah bersaing dengan komuditas import itu. Para pengambil kebijakan harus disadarkan  bahwa keputusan yang diambil  membawa resiko besar, yaitu  bangsa ini akan selalu bergantung dan tidak kreatif. Kebijakan import itu memanjakan,  tetapi beresiko yaitu bangsa ini  selamanya  akan menjadi  pembeli, dan bukan menjadi bangsa penjual.
 
Namun umpama kekalahan dalam bersaing itu disebabkan oleh ilmuwan atau sarjana yang dihasilkan oleh kampus-kampus di negeri ini  masih berlum mampu bersaing dengan ilmuwan atau sarjana dari negara lain, maka jawabnya tidak ada lain kecuali memperbaiki format pendidikan yang ada, mulai dari tingkat menengah hingga perguruan tingginya. Pertanyaannya adalah mengapa pendidikan yang diperuntukkan bagi penyiapan tenaga-tenaga strategis itu tidak diberi prioritas lebih, yaitu dipenuhi semua aspek yang dibutuhkan mulai dari  tenaga pengajarnya, laboratorium, tempat praktek,  perpustakaannya, dan atau sistem pendidikannya yang harus diubah.
 
Problem itu harus diselesaikan secara tuntas. Manakala kekalahan dalam bersaing itu disebabkan oleh kesalahan dalam mengambil kebijakan, maka di wilayah itu yang harus diselesaikan secara serius.  Import harus  semakin dibatasi dan bahkan suatu saat harus eksport. Selain itu, manakala titik lemah itu berasal dari lembaga pendidikan penghasil tenbaga ahli itu, maka pendidikan yang ada sekarang itu perlu diaudit atau dievaluasi untuk selanjutnya diformat kembali agar menghasilkan tenaga-tenaga ahli yang benar-benar  mampu bersaing dalam alam  yang semakin keras dan terbuka ini.
 
Lembaga pendidikan yang tidak memiliki laboratorium, tempat praktek atau pelatihan, tenaga ahli, perpustakaan, dan atau sistemnya yang kurang tepat, maka  seharusnya segara diperbaiki.  Apa saja yang sudah tidak mampu lagi memberi sumbangan nyata,  tidak terkecuali lembaga pendidikan,  harus segera diubah  secara mendasar, menyeluruh, dan kalau perlu juga secara radikal. Formal baru yang mampu menghasilkan lulusan yang akan menjadi pemenang harus segera diciptakan. Membiarkan keadaan yang sudah nyata-nyata mengakibatkan  kekalahan dan bahkan kemunduran, maka  sama halnya berputus asa dan hanya menyerah pada keadaan. Tentu,  yang demikian itu tidak boleh. 
 
Sumber Berita: www.teraskreasi.com
http://disdik.riau.go.id/berita-masa-depan-pendidikan-indonesia.html#ixzz3HaZs4yfz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar