Sabtu, 11 Oktober 2014

UJIAN NASIONAL

PURWOKERTO, (PRLM).- Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh menilai, penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) relatif lebih baik dari penyelanggaraan ujian kelulusan dari masa-masa sebelumnya. Oleh karenanya, desakan penghapusan UN sebagai penentu kelulusan siswa sebagai hal yang tidak realistis. "Peserta UN tidak harus selalu lulus semua, konsekuensi ujian adalah adanya kemungkinan lulus atau tidak lulus," kata Mendiknas seusai pelantikan Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) di Purwokerto, Rabu (28/4).
Diakui, angka kelulusan UN pada 2010 tingkat SLTA mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Menurutnya, dari sekitar 16 ribu sekolah setingkat SLTA di Tanah Air, jumlah sekolah yang angka kelulusannnya nol persen mencapai 267 sekolah. Namun, sekolah yang memiliki tingkat kelulusan mencapai 100 persen juga lebih tinggi daripada sekolah yang tingkat kelulusannya 0 persen. Yakni, mencapai sekitar 6.000 sekolah di Tanah Air.
"Angka persisnya sebanyak 154.000 siswa SLTA tidak lulus UN, sementara sebanyak 90.000 di antaranya hanya mengulang satu mata pelajaran saja. Ini adalah angka riil yang tidak bisa dimanipulasi. Kenyataannya bahwa UN 2010 banyak yang tidak lulus," jelasnya.
Namun Muhammad Nuh tetap optimistis tingkat kelulusan ujian nasional (UN) 2010 akan meningkat sebab masih ada kesempatan untuk lulus karena ada UN ulangan. "Saya yakin sebanyak 90.000 siswa yang hanya mengulang satu mata punya potensi besar untuk lulus. Tingkat kelulusan bisa mencapai 96-97 persen," jelasnya.
Muhammad Nuh menambahkan, sebelum pelaksanaan UN, awal Orde Baru dunia pendidikan di Tanah Air pernah menerapkan ujian negara angka kelulusannya rendah. Kemudian akhir tahun 60-an, pemerintah mengganti dengan sistem ujian akhir sekolah (UAS). Hasilnya, saat itu hampir 100 persen siswa lulus semua.
Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) sekitar 1972 dan diberlakukan selama hampir 20 tahun. Semua peserta ujian Ebtanas lulus 100 persen. Kemudian pemerintah menerapkan UN dengan standar kelulusan 3,1 "Standar 3,1 adalah standar nilai kelulusan yang sangat rendah. Tidak ada negara lain yang menerapkan standar nilai serendah ini. Itupun hasilnya banyak siswa yang tidak lulus,'' katanya.
Mandikas menambahkan, sistem UAS yang tadinya diterapkan dalam sistem pendidikan di Tanah Air, ternyata tidak memiliki standar kelulusan yang sama antar satu sekolah dengan sekolah lainnya.
Berbagai pertimbangan kemudian pemerintah berpendapat penerapan UN sebagai sarana penentu kelulusan siswa sangat diperlukan untuk meyamakan standar pendidikan semua sekolah di Tanah Air. ''Bagaimana pun kita tidak ingin, antar satu sekolah dengan sekolah lainnya, ada disparitas kualitas pendidikan yang terlalu besar," tegasnya. (A-99/das)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar