Rabu, 26 November 2014

Mengapa Anak Malas Belajar?

Mengapa anak-anak lebih suka bermain ketimbang belajar? Mengapa sebagian anak
senang tinggal di rumah, sebagian lagi tidak betah? Ada beberapa penyebabnya.
Pertama, kontruksi bangunan rumah. Hal ini memang jarang terperhatikan oleh
banyak sekali keluarga. Mereka masih menganggap rumah sebagai “benda mati”.
Padahal, rumah pada hakekatnya bukan hanya tempat tinggal belaka, melainkan juga
tempat terbinanya kasih-sayang diantara keluarga, tempat dibinanya manusia-manusia
sempurna (insanul kamil), tempat mekarnya taruna-taruna bangsa.
Oleh sebab itu, sesuai fungsinya, orang tua harus mampu menjamin seluruh penghuni
agar betah di rumah, terutama anak-anak. Tanpa itu, terpadunya kasih-sayang dan
kedamaian bisa jadi hanya tinggal impian.
Itulah sebabnya, konstruksi-desain-tata-ruang dalam suatu rumah perlu diperhatikan
dengan seksama. Rancangan rumah secara tak langsung mempengaruhi jiwa
penghuninya. Bahkan, kalau memungkinkan, sangat baik bila disediakan pula ruang
belajar khusus, yang ditata sedemikian rupa hingga si anak bisa betah bertahan belajar di
rumahnya sendiri.
Ruang belajar itu tak perlu mewah, dalam arti luas serta diisi perabot yang wah. Cukup
sederhana saja. Secara psikologis ini akan membuat anak terbiasa dengan kesederhanaan
hidup. Letaknya tentu tidak boleh serampangan. Sedapat mungkin hindarilah kondisi fisik
yang gelap, pengap, dan tidak menyegarkan, serta … jangan terlampau dekat dengan
kamar atau pun tempat tidur.
Ruang belajar ini dapat bermacam-macam ragamnya, tergantung kondisi keluarga yang
bersangkutan. Bagi yang mampu, barangkali baik jika disediakan kamar khusus tempat
belajar. Di tempat ini anak diberi keleluasaan untuk berkreasi dan mengembangkan
potensi diri. Berilah mereka hak otonomi penuh atas ruangan itu, tak seorang pun dapat
turut campur mengaturnya. Orang tua hanya mengarahkan, membimbing, serta
mengontrol saja. Hal ini akan mendewasakan diri sang anak, karena sejak kecil ia
terbiasa bertanggung jawab serta memikul akibat-akibatnya.
Di samping itu bisa juga dibuat format ruangan besar, dengan masing-masing anak
memiliki otonomi atas meja belajarnya sendiri. Barangkali seperti suasana kantorlah,
cuma harus dijaga juga ketentraman belajarnya. Selain itu, bisa juga meja belajar dipakai
bersama, termasuk kedua orang tua. Di sini peran ayah ataupun ibu sungguh sangat
mengena, langsung menembus hati anak-anaknya.
Kedua, tata perangkat lunaknya, yakni perangkat-perangkat pengisi yang
memperlancar proses belajar. Umpamanya saja pengaturan cahaya lampu atau sinarMatahari. Sekalipun tampaknya memang kurang berarti, namun kenyataannya hal itu
sangat berpengaruh. Hal ini dapat kita mengerti dari fakta yang dapat kita jumpai setiap
hari. Buku-buku misalnya, kebanyakan warna dasar kertasnya putih, yang cenderung kuat
memantulkan cahaya. Karena mata harus bekerja keras untuk mengimbangi energi kuat
yang dipantulkan dari kertas putih tersebut. Tentu anak tak akan tahan belajar lama-lama.
Begitu pula sebaliknya. Cahaya lampu yang terlalu lemah akan menyebabkan mata lelah
dan cepat berair, kepala lekas pusing dan tegang, lalu akhirnya timbul rasa malas belajar.
Cahaya lampu perlu diatur sedemikian rupa agar mata bisa bekerja normal, tak
berkontraksi atau pun menegang. Bagaimana pun juga hal ini amat penting, paling tidak
salah satu faktor telah dapat kita kendalikan.
Perangkat lunak lainnya misalnya kedisiplinan, ketertiban, dan suasana kasih sayang.
Yang dimaksud disiplin di sini bukan berarti otoriter dan bersikap kaku-keras terhadap
anak-anak. Karena sikap seperti itu hanya akan menyebabkan si anak selalu merasa
rendah diri, senantiasa salah dalam melakukan apa saja, dan sebagainya. Padahal, potensi
kreatif anak hanya bisa tumbuh dalam suasana kebebasan yang terarah, bukan otoriter
yang dipaksakan.
Begitu pula ketertiban, yang termasuk di dalamnya kebersihan dan keindahan. Pendek
kata keharmonisan. Lingkungan rumah yang nyaman, senantiasa bersih, dan rapi pasti
akan menimbulkan hasrat “menyenangkan”. Si anak akan betah berlama-lama di rumah.
Siapa yang tidak senang berada dalam lingkungan yang selalu bersih dan menyenangkan?
Kendati demikian, semua itu tidak berarti sama sekali jika suasana di dalamnya serba menakutkan, serba hitam. Rumah, bagaimanapun jeleknya, tetap bukan pabrik tempat “memproduksi” manusia-manusia dan setelah itu dibiarkan begitu saja. Rumah juga bukan sekadar tempat pengistirahatan.
Bila penghuni rumah begitu sibuk mengurus diri sendiri dan kosong dari sinar kasih serta
kedamaian, tidak heran bila banyak anak dan remaja tak pernah merasa betah di rumah.
Kasih sayang yang amat didambakan tak kunjung tiba. Perhatian dan kedamaian secuil
pun tidak mereka peroleh. Terkadang rumah mereka rasakan bagai Neraka. Akibatnya
“lari”-lah mereka keluar, mencari dan mencari setitik kasih dan perhatian, mencari pohon
tempat berteduh, tempat meluapkan gerah yang menghimpit batinnya.
Bukankah tindakan itu merupakan jalan pikiran yang sehat dan logis? Ia tidak
menemukan rasa “aman” di rumah, karena itu ia mencari “keamanan” di luar rumah.
Kalau di rumah ia kurang memperoleh pengakuan dan penghargaan diri sebagai manusia,
maka ia menuntut pengakuan dan penghargaan itu di luar rumah, dari teman sebayanya
mungkin. Pendeknya, lingkunganlah yang kini menjadi tempat berlabuhnya. Jikalau
lingkungannya baik, masih ada kemungkinan ia akan kembali menemukan dirinya lagi.
Tapi kalau sebaliknya?
Pada dasarnya, anak-anak tidak mau belajar bukan karena dia malas. Kemalasan
hanyalah akibat dari beberapa sebab yang mendahuluinya, yang pada intinya adalah
karena ia tidak betah belajar. Ketidakbetahan belajar itupun sesungguhnya merupakan
akibat dari sekian banyak sebab yang salah satu diantaranya –yang paling menonjol-
adalah anak tidak merasa nyaman berada di rumah.
Hal terakhir ini pun merupakan akibat dari sejumlah sebab tertentu, antara lain kontruksi
ruangan, tata letak dan desainnya, kerapihan, keindahan, keharmonisan, dan yang paling
penting hubungan kasih sayang orang tua dengan anak-anaknya. Bisa dikatakan, faktor
perhatian dan kasih sayang inilah –dalam arti sebenarnya- yang paling berpengaruh
terhadap diri anak, sekalipun ia tinggal dalam gubuk miskin, reot, dan tak berbunga…

Pendidikan, Wujudkan Bangsa Berkarakter

TAWURAN antarsiswa kini tak lagi kejadian langka di negeri ini. Hampir setiap saat kita menonton ”pertunjukan” yang mencoreng dunia pendidikan di Indonesia. Setip hari kita melihat ”tontonan” yang tak lagi bercirikan identitas bangsa Indonesia. Tak hanya siswa, mahasiswa pun sering melakukan aksi tawuran. Sungguh sangat menyedihkan dan memalukan.
Perkelahian antarsiswa ini makin memuncak saat era reformasi digulirkan tahun 1998. Globalisasi seolah-olah menjadi jawaban dalam mencapai masyarakat yang sejahtera. Pendidikan agama dan budi pekerti dianggap nomor dua. Masyarakat lebih menekankan pada pendidikan eksakta. Seolah-olah semuanya bisa diselesaikan dengan ilmu matematika, pengetahuan alam, dan ilmu ekonomi. Pendidikan yang bersifat humaniora dikesampingkan. Banyak orangtua siswa bahkan berpikir jika pendidikan agama dan humaniora tidak begitu penting dalam menentukan nasib masa depan anak-anaknya.
Akibatnya muncullah kekerasan di mana-mana. Toleransi sudah tak terbangun lagi. Semuanya memunculkan egonya tanpa ingat lagi akan satu bangsa.
Di tengah meningkatnya rasa individualisme tersebut, kini mulai disadari bahwa pendidikan humaniora sangatlah penting. Kementerian Pendidikan Nasional telah menyusun grand design pendidikan karakter bangsa. Ditargetkan, seluruh satuan pendidikan telah mengembangkannya pada 2014. Tak hanya sekolah, perguruan tinggi juga diharapkan menerapkannya. Caranya dapat bermacam-macam. Seperti melalui pendidikan agama dan budaya, termasuk pengadaan kantin kejujuran di sekolah.
Hari Pendidikan Nasional tahun 2010 telah mengangkat tema ”Pendidikan Karakter untuk Membangun Keberadaban Bangsa”. Tema ini diangkat karena dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis.
Pendidikan karakter ini tidak hanya mementingkan kecerdasan siswa, juga tak kalah penting adalah kejernihan hati. Pembelajaran karakter itu memberikan peluang bagi peserta didik untuk multikecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap; kejujuran, integritas, komitmen, kedisiplinan, visioner, dan kemandirian.
Lalu dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa? Tentu dari pendidikan informal, dan secara paralel berlanjut pada pendidikan formal dan masyarakat. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu, kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial, dan budaya bangsa.
Oleh karenanya pendidikan agama dan humaniora di sekolah, yang banyak berbicara soal nilai-nilai spiritualitas, moralitas, nilai-nilai kemanusiaan, harus terus dikembangkan. Sebab, diyakini hal itu akan memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa keharmonisan dan kedamaian merupakan sesuatu yang indah dalam hidup ini.
Namun semangat untuk bekerja keras, disiplin dan visioner juga harus ditekankan. Sebab, semua itu tak bisa dilepaspisahkan untuk mewujudkan Indonesia yang kokoh dalam persatuan dan maju bersama-sama dalam ekonomi.
Untuk itu pendidikan seharusnya dibangun berlandaskan nilai-nilai objektivitas, keilmuan dan kebijaksanaan tanpa mengenyampingkan pendidikan agama dan humaniora.

10 ciri guru profesional

1. Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.
2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.
3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa  mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.
4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif,  membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.
5. Bisa berkomunikasi dengan Baik Orang Tua
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi  panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.
6. Punya harapan yang tinggi pada siswa nya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.
7. Pengetahuan tentang Kurikulum
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga  memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.
8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan
Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.
9. Selalu memberikan yang terbaik  untuk Anak-anak dan proses Pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan  mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.
10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

MANAJEMEN KELAS YANG BERBASIS PSIKOLOGI PENDIDIKAN

A. Manajemen Kelas Untuk Pembinaan Disiplin Kelas
Manajemen kelas mengandung pengertian, yaitu proses pengelolaan kelas untuk menciptakan suasana dan kondisi kelas yang memungkinkan siswa dapat belajar secara efektif (Rachman, 1999:11). Manajemen kelas juga dapat diartikan sebagai proses seleksi yang menggunakan alat yang tepat terhadap problem dan situasi manajemen kelas, atau juga dapat diartikan sebagai segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar itu mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai (Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen, 1996).
Manajemen kelas bertujuan untuk: (1) mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin, (2) menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran, menyediakan dan mengatur fasilitas belajar serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa di dalam kelas, serta membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya (Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen, 1996).
Dalam melakukan aktivitas manajemen kelas untuk pembinaan disiplin kelas yang berbasis psikologi pendidikan, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan otoriter pendekatan permisif, pendekatan instruksional, pendekatan pengubahan perilaku, pendekatan sosial emosional, dan pendekatan proses kelompok (Entang dan Joni, 1984:19). Keenam pendekatan ini akan dijelaskan secara sekilas berikut ini.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan otoritas, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah menegakkan peraturan yang berlaku di kelas secara persuasive dan mendidik. Jika siswa melanggar disiplin kelas, maka guru dapat memberikan hukuman yang mendidik, sedangkan jika siswa menaati peraturan disiplin kelas diberikan penguatan (reward) agar sikap dan perilaku terpuji tersebut semakin diintensifkan oleh siswa sehingga dapat menjadi model bagi siswa lainnya.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan permisif, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensinya dengan difasilitasi oleh guru. Guru perlu menghargai hak dan mengetahui kewajiban para peserta didik agar peserta didik di samping memenuhi haknya juga perlu mematuhi kewajibaruiya sebagai peserta didik di kelas, sehingga suasana disiplin kelas tetap terjamin,
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan instruksional, yang perlu dilakukan oleh para guru, di kelas ialah merencanakan dengan teliti pelajaran yang baik dan kegiatan belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap peserta didik. Dengan pendekatan ini, perilaku instruksional guru yang disiplin akan menjadi pedoman atau teladan bagi peserta didik dalam melakukan disiplin di kelas.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan pengubahan perilaku, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah bagaimana mengubah perilaku peserta didik yang tidak disiplin di kelas menjadi disiplin di kelas. Adapun yang dapat dilakukan oleh guru ialah dengan memberikan hukuman yang mendidik kepada peserta didik yang tidak disiplin agar menjadi disiplin. Selain itu, guru juga dapat menjadi model perilaku disiplin bagi anak didiknya, agar anak didik yang tidak disiplin menjadi disiplin karena meneladani gurunya.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan sosial emosional, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah bagaimana hubungan sosial emosional yang baik antara guru dengan para peserta didik di kelas. Melalui hubungan sosial emosional yang baik antara guru dengan anak didiknya, maka anak didik akan mudah mengikuti berbagai perilaku teladan guru, termasuk perilaku disiplin yang dimiliki oleh guru di dalam kelas sehingga para peserta didik juga menjadi disiplin di kelas.
Dalam membina disiplin kelas dengan pendekatan proses kelompok, yang perlu dilakukan oleh para guru di kelas ialah membimbing para siswa agar dapat saling berinteraksi sosial dalam suasana kelas yang penuh disiplin. Dalam suasana kelas yang disiplin tersebut akan terjadi interaksi sosial yang disiplin pula dengan bimbingan dari guru sehingga antara siswa yang satu dengan siswa yang lain saling mendisiplinkan diri melalui interaksi sosial. B. Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas Sebagai Wujud Manajemen Kelas Yang Berbasis Psikologi Pendidikan
Sikap disiplin yang dilakukan oleh seseorang atau peserta didik, hakekatnya adalah suatu tindakan untuk memenuhi nilai-nilai tertentu. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh para guru ialah menanamkan prinsip-prinsip disiplin kelas yang mengacu kepada nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai kepercayaan, nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, nilai-nilai kekuasaan yang dimiliki oleh para guru, dan nilai rasional yang selalu berbasis pada akal yang cerdas dan sehat. Nilai-nilai tersebut biasanya tersurat dalam peraturan tata tertib suatu sekolah yang harus dipedomani oleh para warga sekolah.
Disiplin kelas merupakan hal penting terhadap terciptanya perilaku tidak menyimpang dari ketertiban kelas. Dalam semangat pendekatan pendidikan disiplin yang mengacu psikologi pendidikan, hendaknya memiliki basis kemanusiaan dan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip kemanusiaan dan demokrasi dalam penegakkan disiplin berfungsi sebagai petunjuk dan pengecek bagi para guru dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan disiplin (Rachman, 1999:170). Oleh karena itu, pendekatan disiplin yang dilakukan oleh para guru harus memperhatikan beberapa prinsip berikut ini, yaitu: (1) menggambarkan prinsip-prinsip pedagogi dan hubungan kemanusiaan di kelas, (2) mengembangkan budaya disiplin di kelas dan mengembangkan profesionalisme guru dalam menumbuh kembangkan budaya disiplin di dalam kelas, (3) merefleksikan tumbuhnya kepercayaan dan kontrol dari peserta didik dalam melaksanakan budaya disiplin di kelas, (4) menumbuhkembangkan kesungguhan untuk berbuat dan berinovasi dalam menegakkan budaya disiplin di kelas oleh para guru dan peserta didik di kelas, dan (5) menghindari perasaan tertekan dan rasa terpaksa pada diri guru dan peserta didik dalam menegakkan dan melaksanakan budaya disiplin di kelas.
Prinsip-prinsip dalam mendisiplinkan kelas tersebut sangat perlu dilakukan, karena disiplin kelas merupakan hal penting terhadap terciptanya perilaku yang disiplin di kelas. Namun, dalam usaha penegakkan disiplin di kelas, para guru harus tetap memperhatikan berbagai teori, prinsip, dan konsep yang tersurat dalam materi psikologi pendidikan, agar penegakkan disiplin di dalam kelas tetapi dilakukan oleh para guru secara edukatif, persuasif, dan demokratif yang menguntungkan bagi para guru dan peserta didik di sekolah.
C. Pemeliharaan Budaya Disiplin dan Usaha Kuratif terhadap Pelanggaran Disiplin dengan Pendekatan Psikologi Pendidikan
Dalam upaya untuk memelihara budaya disiplin kelas yang telah tumbuh dan berkembang, para guru di kelas hendaknya selalu konsisten dan berkesinambungan menunjukkan sikap dan perilaku selalu disiplin datang ke kelas, disiplin dalam mengajar, dan kegiatan disiplin lainnya yang berkaitan dengan proses pembelajaran dan pendidikan di kelas. Selain itu, aplikasi konsep, prinsip, dan teori-teori psikologi pendidikan harus juga diterapkan dalam memelihara budaya disiplin kelas yang telah tumbuh dan berkembang.
Adapun aplikasi dari teori psikologi pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan teori behavioristik ialah bahwa peserta didik yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku disiplin di kelas harus diberikan penguatan belajar, agar perilaku disiplin tetap menjadi budaya bagi para siswa tersebut. Sebaliknya, kepada peserta didik yang melanggar budaya disiplin yang telah ditetapkan di kelas diberikan hukuman yang mendidik sebagai konsekuensi dari sikap dan perilaku yang kurang dan tidak disiplin yang ditunjukkan oleh peserta didik. Pemberian hukuman atau sarilesi bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan perilaku peserta didik yang melanggar disiplin kelas.
Selanjutnya, dalam upaya untuk menanggulangi (kuratif) terhadap pelanggaran disiplin kelas perlu dilaksanakan dengan penuh hati-hati, demokratis, dan edukatif (Rachman, 1999:207). Cara-cara penanggulangan dilakukan secara bertahap dengan tetap memperhatikan jenis gangguan yang ada dan siapa pelakunya, apakah dilakukan oleh individu atau kelompok. Langkah tersebut mulai dari tahap pencegahan sampai kepada tahap penyembuhan, dengan tetap bertumpu kepada penekanan subtansinya bukan pribadi peserta didik. Di samping itu, para guru harus tetap menjaga perasaan kecintaan terhadap peserta didik, bukan karena rasa benci atau emosional. Namun demikian, disadari benar bahwa disiplin di kelas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor lingkungan siswa, seperti lingkungan rumah. Oleh karena itu, para guru juga perlu menjalin kerjasama dengan para orangtua di rumah, agar kebiasaan disiplin di sekolah yang hendak dipelihara itu semakin tumbuh subur.
Rachman (1999:210-212) mengemukakan bahwa ada empat tahapan dalam memelihara disiplin (termasuk disiplin kelas), yaitu: (1) tahap pencegahan, (2) tahap pemeliharaan, (3) tahap campur tangan, dan (4) tahap pengaturan. Pada tahap pencegahan, para guru perlu menciptakan suasana kelas yang disiplin, ketepatan instruksional, dan perencanaan pendidikan yang disiplin. Pada tahap pemeliharaan disiplin, para guru perlu melakukan hubungan sosial emosional dengan peserta didik dalam menunjukkan perilaku disiplin di dalam kelas. Pada tahap campur tangan, para guru perlu menangani perilaku peserta didik yang melanggar disiplin kelas dengan mempelajari gejalanya dan mencari akar permasalahannya dengan teknik-teknik yang berbasis psikologi pendidikan berupa pemberian sanksi/hukuman. Pada tahap pengaturan, para guru perlu mengatur perilaku peserta didik yang menyimpang dari disiplin kelas dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang mendidik, persuasif, dan demokratis agar peserta didik menyadari perilakunya yang menyimpang dan kembali mematuhi disiplin kelas.
Berikut ini dikemukakan beberapa jenis gangguan disiplin kelas dan cara menanggulanginya. Jika gangguan disiplin kelas berupa gangguan percakapan yang dilakukan antar peserta didik yang mengganggu proses pembelajaran, maka guru segera menghampiri peserta didik yang sedang menjelaskan materi pelajaran di muka kelas. Sedangkan jika pelanggaran terhadap disiplin kelas berupa pelemparan catatan dari peserta didik yang satu ke peserta didik yang lain, maka tindakan yang perlu diambil oleh guru di kelas ialah mendekati siswa tersebut secara persuasive dan menyatakan bahwa perbuatan seperti itu kurang baik, merugikan diri sendiri, dan orang lain.
Masih banyak contoh lain tentang pelanggaran disiplin kelas. Namun, tidak dapat disebutkan satu persatu dalam sajian ini, akan tetapi yang penting bagi para guru ialah mengatasi berbagai bentuk pelanggaran disiplin kelas dengan pendekatan demokratif, edukatif, dan persuasif Selain itu, para guru juga perlu menerapkan prinsip-prinsip, teori, dan konsep dalam psikologi pendidikan dalam mengatasi pelanggaran disiplin kelas.

Standar Kompetensi Guru Kelas














No. KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU KELAS SD/MI SKOR
Kompetensi Pedagodik 1 2 3 4
1 Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 1.1 Memahami karakteristik peserta didik usia sekolah dasar yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya.        
  1.2. Mengidentifikasi potensi peserta didik usia sekolah dasar dalam lima mata pelajaran SD/MI.        
  1.3. Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik usia sekolah dasar dalam lima mata pelajaran SD/MI.        
  1.4. Mengidentifikasi kesulitan peserta belajar usia sekolah dasar dalam lima mata pelajaran SD/MI.        
2 Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait dengan lima mata pelajaran SD/MI.        
2.2. Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam lima mata pelajaran SD/MI.        
2.3. Menerapkan pendekatan pembelajaran tematis, khususnya di kelas-kelas awal SD/MI.        
3 Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. 3.1 Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.        
3.2 Menentukan tujuan lima mata pelajaran SD/MI.        
3.3. Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan lima mata pelajaran SD/MI        
3.4. Memilih materi lima mata pelajaran SD/MI yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran.        
3.5. Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik usia SD/MI.        
3.6. Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian.        
4 Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik 4.1 Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik.        
    4.2 Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran.        
    4.3 Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan        
    4.4. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan.        
    4.5. Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh.        
    4.6. Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang.        
5 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.            
    5.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang diampu.        
6 Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.            
    6.1 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi secara optimal.        
    6.2 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya.        
7 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.            
    7.1 Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain.        
    7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons peserta didik terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya.        
8 Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.            
    8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.        
    8.2 Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.        
    8.3 Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.        
    8.4 Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.        
    8.5 Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan mengunakan berbagai instrumen.        
    8.6 Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan.        
    8.7 Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar.        
9 Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.            
    9.1 Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar        
    9.2 Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan.        
    9.3 Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan.        
    9.4 Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.        
10 Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.            
    10.1 Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.        
    10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.        
    10.3 Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.        
  No. KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN            
  Kompetensi Kepribadian            
11 Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.            
    11.1 Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender.        
    11.2 Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang berlaku dalam masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.        
12 Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.            
    12.1 Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi.        
    12.2 Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia.        
    12.3 Berperilaku yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya.        
13 Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.            
    13.1 Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil.        
    13.2 Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.        
14 Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.            
    14.1 Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi.        
    14.2 Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri.        
    14.3 Bekerja mandiri secara profesional.        
15 Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. 15.1 Memahami kode etik profesi guru.        
    15.2 Menerapkan kode etik profesi guru.        
    15.3 Berperilaku sesuai dengan kode etik profesi guru.        
  Kompetensi Sosial            
16 Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.            
    16.1 Bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan lingkungan sekitar dalam melaksanakan pembelajaran.        
    16.2 Tidak bersikap diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tua peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi.        
  No. KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN            
17 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.            
    17.1 Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara santun, empatik dan efektif.        
    17.2 Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara santun, empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan peserta didik.        
    17.3 Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.        
18 Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.            
    18.1 Beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkan efektivitas sebagai pendidik.        
    18.2 Melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan.        
19 Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.            
    19.1 Berkomunikasi dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah lainnya melalui berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.        
    19.2 Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas profesi sendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain.        
  Kompetensi Profesional            
20 Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.            
21 Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.            
    21.1 Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu.        
    21.2 Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.        
    21.3 Memahami tujuan pembelajaran yang diampu.        
22 Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.            
    22.1 Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.        
    22.2 Mengolah materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.        
  No. KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN            
23 Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.            
    23.1 Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus.        
    23.2 Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan.        
    23.3 Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan.        
    23.4 Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.        
24 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.            
    24.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi.        
    24.2 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri.        








Penyusunan TNA

Langkah kerja untuk menyusun TNA adalah sebagai berikut:
1.        Pelajari laporan hasil pengolahan dan interpretasi data dari hasil langkah kerja sebelumnya.
2.       Susunlah kebutuhan Diklat dengan langkah kerja sebagai berikut:……
a.        Lakukan analisis terhadap Form TNA 03 dan beri tanda (v) pada setiap mata Diklat dengan katagori/klasifikasi MK (Musk Know) dan SK (Should Know) yang berarti mata Diklat tersebut  merupakan kebutuhan Diklat kelompok kerja/ sekolah/ rayon yang bersangkutan.
b.      Tentukan kebutuhan Diklat untuk kelompok kerja/ sekolah/ rayon yang bersangkutan dengan cara merekapituasi kebutuhan Diklat dari nilai yang terendah sampai dengan yang tertinggi dari katagori SK (should Know) yaitu nilai=79.


c.    Hitunglah perkiraan alokasi kebutuhan waktu untuk masing-masing mata Diklat dengan acuan sebagai berikut:

Beberapa pertimbangan dalam menetapkan alokasi waktu dan Pengelompokan alokasi waktu pendidikan dan pelatihan untuk setiap mata tataran berdasarkan tingkat kebutuhan peserta.

No Kategori Mata Tataran % Rata-Rata Penguasaan Peserta Kelompok Alokasi Waktu Bobot Alokasi Waktu
1 Must Know         :  Harus Diketahui 0 – 40 A 6
2 Should Know      : Sebaiknya Diketahui 41 – 79 B 3
3 Nice to Know      : Ada Baiknya        Diketahui 80 – 100 C 1
  Total 10

d.    Langkah-langkah pengalokasian waktu untuk setiap mata diklat

1)    Masukkan data dari Format TNA 03 ke dalam Format TNA 04

2)    Lengkapi Format TNA 04 dengan menghitung:
a)        Tingkat Penguasaan Rata-rata kelompok kerja/Sekolah/Rayon
b)        Total Bobot Alokasi Waktu per kelompok kerja/Sekolah/Rayon
Format: TNA03

Contoh hasil pengisian format TNA 03
FORMAT REKAPITULASI TRAINING NEEDS ASESSMENT
Nama Kelompok Kerja  :   KKG Mandiri
Jumlah Sampel                              :  40 orang
Lokasi                                             :  Raja Ampat
Tanggal Direkap                            :  24 Juli 2010
  No   Kompetensi Tingkat Penguasaan Rata-Rata (%) Kategori Kebutuhan Diklat Kebutuhan Diklat
(v)
  Jumlah Peserta
1 Menguasai Karakteristik peserta didik 36 MK V 40
2 Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik 48 SK V 40
3 Pengembangan kurikulum 46 SK V 40
4 Kegiatan pembelajaran yang mendidik 64 SK V 40
5 Pengembangan potensi peserta didik 66 SK V 40
6 Komunikasi dengan peserta didik 68 SK V 40
7 Penilaian dan evaluasi 72 SK V 40
8 Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional 72 SK V 40
9 Menunjukkan pribadi  yang dewasa dan teladan 58 SK V 40
10 Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru 54 SK V 40
11 Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif 80 NK   40
12 Komunikasi dengan sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua, peserta didik dan masyarakat 70 SK V 40
13 Penguasaan materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu 70 SK V 40
14 Meningkatkan keprofesionalan melalui tindakan yang reflektif 80 NK   40


………………….., tanggal:……………………..
Kep. Sek. / Pengawas Ybs.


(……………………………)

Pengisian Instrumen TNA dan Pengumpulan Data

Pengisian instrument dilakukan dengan cara memberikan tanda check list (v) pada kolom tingkat penguasaan materi (%) masing-masing sub kompetensi.  Langkah kerja selanjutnya adalah sebagai berikut:
1.     Semua anggota kelompok kerja berkumpul, tujuannya adalah untuk mengetahui tentang permasalahan yang terjadi pada kelompok kerja dan ingin mengetahui mengapa TNA diperlukan.
2.    Bagikan lembar instrument Format TNA 01 kepada masing-masing anggota kelompok kerja.
3.    Lakukan pengisian instrument dengan cara memberikan tanda check list (V) terhadap prediksi tingkat penguasaan materi pada setiap sub kompetensi guru/kepala sekolah/ pangawas sekolah sesuai dengan standar kompetensi guru (Permendikas 16 tahun 2007), kepala sekolah (Permendikas No 13 Tahun 2007) dan pengawas sekolah (Permendiknas No 12 tahun 2007).  Instrument harus diisi secara jujur dan objektif.
4.    Lakukan review terhadap pengisian instrumen minimal oleh 1 (satu) anggota lain yang masih termasuk dalam anggota kelompok kerja  tersebut.
5.    Lakukan survei terhadap beberapa sampel hasil pengisian instrument untuk memastikan bahwa semua anggota mempunyai pemahaman yang sama terhadap tingkat penguasaan materi kompetensi.
6.    Kumpulkan semua instrument FORMAT TNA 01

C.       Pengolahan, Analisis dan Interpretasi Data
Pengolahan, analisis dan interpretasi data dilakukan melalui langkah kerja berikut:
a.    Kumpulkan semua instrument yang telah diisi
b.    Lakukan rekapitulasi penilaian (assessment) terhadap semua data hasil Training Need Assesment guru/kepala sekolah/ pengawas sekolah menjadi TNA (Training Need Analysis) seperti yang tercantum dalam Format TNA 01,02 dan 03.
c.    Hitunglah nilai total dan rata-ratanya
d.    Lakukan klasifikasi nilai setiap sub kompetensi guru/kepala sekolah/pengawas sekolah dengan interpretasi katagori

III. PENGELOLAAN TNA

A.       Persiapan TNA
Persiapan kegiatan untuk TNA dimulai dengan penyiapan instrumen.  Hal lain yang harus dipersiapkan juga adalah, sasaran yang akan mengikuti kegiata TNA, petugas yang akan memfasilitasi kegiatan TNA, waktu pengisian instrumen,tempat pengisian instrument dan tatacara pengisian instrument yang telah disiapkan.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk pengembangan keterampilan dan pembiasaan pengambilan keputusan berdasarkan kriteria ilmiah yaitu melakukan analisis kesenjangan kompetensi dari kompetensi ideal (sesuai dengan peraturan dan standar kompetensi yang berlaku) terhadap kompetensi yang dikuaai saat ini.

ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT (Training Needs Analyisi/TNA)

Dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan program pendidikan dan pelatihan proram BERMUTU, maka salah satu prasyarat yang perlu dipedomani adalah melakukan prinsip-prinsip pendidikan dan pelatihan dengan menerapkan pendekatan sistem melalui penerapan manajemen diklat yang efektif dan efisien, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penyelengaraan, pembiayaan sampai kepada monitoring dan evaluasi.

Sebagai tahap awal dalam perencanaan pendidikan dan pelatihan adalah melakukan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan (Training Needs Asessment) dengan mengidentifikasi dan mengukur adanya kesenjangan kemampuan yang secara nyata dikuasai anggota kelompok kerja dan stakeholder bidang pendidikan. Hasil dari analisis kebutuhan diklat tersebut selanjutnya menjadi acuan dalam menyusun desain program pendidikan dan pelatihan dalam implementasi program BERMUTU mulai dari penetapan tujuan pelatihan, penetapan kurikulum/silabi, penetapan metode, penetapan peserta dan tenaga pengajar, strategi, evaluasi, maupun sarana dan prasana yang diperlukan.Dengan demikian dapat diharapkan program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan benar-benar merupakan proses transformasi untuk mengembangkan guru/ kepala sekolah/pengawas sekolah  menjadi profesional, memiliki pengetahuan, sikap atau nilai – etika guru berikut keahlian yang diperlukan dalam meningkatkan kualitas kinerja guru/ kepala sekolah/pengwas sekolah. Untuk itu kegiatan evaluasi terhadap hasil sebuah program pendidikan dan pelatihan menjadi penting untuk dilakukan sehingga dapat diketahui apakah tujuan sebuah program diklat yang telah dilaksanakan tercapai atau tidak.

Hasil evaluasi tersebut selanjutnya dapat menjadi umpan balik dalam penyusunan rencana program pendidikan dan pelatihan program BERMUTU selanjutnya.

Di lain pihak, kegiatan analisis kebutuhan diklat masih dilakukan secara memprediksi dan mengacu pada perencanaan diklat sebelumnya, sehingga perencanaan diklat yang dilakukan masih sekedar berorietasi untuk menghabiskan DBL. Sedangkan kegiatan evaluasi diklat yang dilaksanakan hanya evaluasi proses yang dilakukan selama diklat berlangsung, sehinga terkesan hanya bersifat formalitas.  Belum optimalnya penerapan manajemen program BERMUTU yang efektif dan efisien  tersebut disebabkan karena kurangnya kegiatan koordinasi para pengelola program BERMUTU tentang manajemen diklat sehinga berbagai kegiatan dalam 16 kali pertemuan yang dibuat dalam meningkatkan kualitas pengelolaan diklat hanya terfokus pada aspek penyelenggaraannya.

Kegiatan analisis kebutuhan diklat dan kegiatan evaluasi belum optimal. Disamping itu pelaksana pengelola diklat program BERMUTU masih belum saling mendukung, kurangnya koordinasi antar kelompok kerja dalam pengelolaan diklat,  serta alokasi anggaran yang terserap sepenuhnya pada aspek penyelenggaraan.  Oleh karena itu, untuk mewujudkan penerapan program BERMUTU sangat dibutuhkan kegiatan TNA sebagai wadah untuk mengidentifikasi dan menentukan kebutuhan Diklat  sesuai dengan kebuthan individu, kelompok kerja, kecamatan, kabupaten/kota. Konsekuensi logisnya  adalah perlunya pengembangan pengelola program BERMUTU sehingga masing-masing  tahap dalam implementasinya terangkum secara ilmiah yang diikuti  dengan ketersediaan  fasilitator yang memadai, peningkatan kemampuan para penyusun  program di masing- masing kelompok kerja, serta alokasi  DBL yang proporsional untuk masing-masing kegiatan Diklat dalam implementasi program BERMUTU.

Training Need Analysis adalah suatu investigasi sistematik mengenai deskripansi kinerja untuk menggambarkan kesenjangan, menetapkan mengapa itu terjadi, dan memutuskan apakah diklat merupakan solusi potensial.  Training Need Analysis merupakan penentuan perbedaan antara keadaan yang nyata (actual condition) (what is) dan kondisi yang diinginkan (what shculd be) dalam kerja manusia dalam suatu organisasi atau kelompok organisasi dalam pengertian, pengetahuan, keterampilan dan sikap.  Proses TNA   berisikan langkah-langkah sebagai berikut mengidentifikasi dan menggambarkan kesenjangan pelaksanaan pekerjaan; menentukan sebab-sebab kesenjangan; mengidentifikasi kesenjangan pelaksanaan kerja yang didasarkan kepada kurangnya pengetahuan dan keterampilan; menentukan apakah diklat adalah solusi yang memungkinkan; rekomendasi solusi; menggambarkan tentang peran atau pelaksanaan tugas.

Fungsi khusus dari TNA adalah menganalisis kesenjangan lingkungan pelaksanaan pekerjaan yang mencakup lingkungan fisik ; sistem balikan; faktor motivasi/insentif;  desain pekerjaan/organisasi serta tingkat keterampilan dan pengetahuan diantara guru/ kepala sekolh/ pengawas sekolah.   Beberapa contoh pertanyaan untuk melakukan analisis kesenjangan diantaranya adalah Kinerja apa yang mengalami kesenjangan :
  • Apakah input PBM?
  • Apakah output PBM?
  • Apakah kompetensi guru/ kepala sekolah/ pengawas sekolah?

Melakukan penelitian kesenjangan pada umumnya berisikan tentang cara menentukan secara tepat apa kesenjangan itu, yaitu dengan melakukan investigasi melalui  wawancara, observasi dan studi dokumen terhadap obyek sumber data yang menyediakan adanya bukti dan sifat kesenjangan, serta subyek sumber data yang memberikan pengertian, termasuk wawancara, kuesioner, dan kritikal insiden.  Data dapat diperoleh melalui pengamatan terhadap outcome kinerja dan catatan hasil kerja, sumber data meliputi :  output pekerjaan yang nyata, Bukti-bukti PBM, keluhan stakeholder ( siswa, teman sejawat, kepala sekolah, pengawas sekolah, orang tua siswa dan Dinas Pendidikan ), presensi, dan caatatan kuantitatif lainnya tentang pelaksanaan PBM.
Penelitian terhadap penyebab kesenjangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut menentukan sebab-sebab utama adanya kesenjangan kompetensi guru/ kepala sekolah/ pengawas sekolah, menguji setiap dan semua dokumen sebab-sebab kesenjangan  kompetensi guru/ kepala sekolah/ pengawas sekolah,  Tujuan sekolah, Metode dan prosedur , uraian pekerjaan/tugas,  sistem dokumentasi ,  Keluhan dari lapangan serta  Studi tentang kopetensi guru/kepala sekolah/ pengawas sekolah.

Panduan Bermutu TNA

A.       Latar Belakang
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang tersebut berimplikasi terhadap peningkatan kompetensi guru melalui uji sertifikasi dan peningkatan kualifikasi pendidikan guru. Intervensi yang dilakukan Pemerintah tersebut merupakan suatu reformasi besar yang berdampak terhadap alokasi anggaran terutama terkait dengan pemberian berbagai tunjangan dan kemaslahatan lainnya. Tercapainya perbaikan mutu guru tersebut tidak terlepas dari upaya pemberdayaan berbagai kelompok kerja yang dimulai pada tingkat sekolah.

Untuk mengawal dan menjamin bahwa implementasi UU Guru dan Dosen tersebut terlaksana secara efektif, efisien dan akuntabel, Pemerintah melaksanakan Program Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU). Program ini akan diselenggarakan mulai tahun 2008 hingga tahun 2012. Melalui program BERMUTU tersebut berbagai best practices (pengalaman-pengalaman terbaik) dari berbagai negara dibawa sebagai salah satu bahan rujukan. Melalui Program BERMUTU diharapkan dapat menciptakan proses sertifikasi, peningkatan kualifikasi guru serta pengembangan professional guru secara berkelanjutan (Continuous Professional Development) yang berdasarkan prinsip cost-effectiveness.

Program BERMUTU bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran sebagai dampak langsung peningkatan kompetensi dan kinerja guru, yang selanjutnya akan meningkatkan daya saing siswa Indonesia dalam berbagai forum seperti halnya dalam  Ujian Nasional, TIMMS (Third International Mathematics and Science Study), dan PISA (Program for International Student Assessment).

Untuk mencapai tujuan dimaksud, Program BERMUTU akan difokuskan pada 4 (empat) komponen yaitu: (a) Mereformasi pendidikan bagi calon guru, (b) Memperkuat upaya peningkatan mutu guru pada tingkat kabupaten dan sekolah, (c) membenahi sistem akuntabilitas dan insentif untuk meningkatkan kinerja dan karier guru, dan (d) Meningkatkan Monitoring and Evaluasi mutu guru dan prestasi belajar siswa.

Program BERMUTU akan dinyatakan sukses pada tingkat nasional apabila memenuhi indikator-indikator keberhasilan sebagai berikut: (1)  Peningkatan jumlah guru yang mempunyai kualifikasi D4/S1 dari sejumlah 900.000 menjadi 1.400.000 guru; (2)  Peningkatan jumlah guru yang menggunakan metodologi pembejaran yang sesuai dari sejumlah 17.000 menjadi 190.000 guru; (3) Menurunkan angka kemangkiran guru dari 19% menjadi 15%; (4)  Meningkatkan jumlah guru yang mendapatkan pengakuan RPL dari sebanyak 0 guru menjadi sebanyak 900.000 guru; (5) Meningkatkan jumlah KKG/MGMP yang aktif dari 1.200 menjadi 4.500 kelompok kerja; (6)  Mengembangkan program induksi  untuk 3.000  guru.

Selain indikator keberhasilan di tingkat nasional, terdapat juga indikator keberhasilan di tingkat kelompok kerja KKG/MGMP yaitu:  (1)  pengembangan kurikulum dan silabus; (2)  pengembangan Rencana Program Pembelajaran; (3)  Melakukan kajian kritis dan pendalaman terhadap materi substantif (mata pelajaran) ; (4)  Mengembangkan analisis butir soal dan bank soal; (5)  Mengembangkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK); (6)  Melakukan pembelajaran ICT dan portofolio; (7)  Melakukan monitoring kualitas guru; (8)  melakukan pemetaan kompetensi guru melalui evaluasi kinerja guru.  Hasil kegiatan dari kelompok kerja diantaranya adalah berupa:
-           Kurikulum, silabus dan RPP
-          Lembar Kerja Siswa
-          Analisis butir soal dan bank soal
-          Laporan PTK
-          Model pembelajaran
-          Portofolio dan hasil kajian kritis
-          Peta kompetensi guru

Indikator keberhasilan di tingkat KKKS/MKKS  (1) Tersusunnya rencana kerja KKKS; (2) Tersusunnya laporan implementasi kegiatan yang terkait dengan peningkatan efektivitas kepemimpinan; (3) Tersusunnya program peningkatan 5 kompetensi Kepala Sekolah; (4)  Tersusunnya program pengembangan profesi, dan organisasi profesi kepala sekolah; (5) Tersusunnya strategi implementasi pemecahan masalah dan rencana sekolah 1 (satu) tahun; (6) Terseleksinya hasil kajian terhadap 3 (tiga) karya terbaik KKG yang diajukan oleh FKKG; (7) Tersedianya usulan materi pokok yang perlu dibahas dalam KKKS sebanyak 1 (satu) set; (8)  Tersedianya bahan yang diseminasikan ke KKKS sebanyak 1 (satu) set; (9)  Tersedianya pemetaan hasil on-service (guru dan atau kepala sekolah) sebanyak 12 (dua belas) set, dan laporan implementasinya di sekolah masing-masing; (10) Terlaksanya implementasi 5 kompetensi kepala sekolah; (11) Tersusunnya program Induksi Guru (kegiatan, hasil penilaian, rekomendasi) sebanyak 1 (satu) set; (12)  Tersusunnya program kunjungan  sebanyak 2 set; (13) tersusunnya sebanyak 1 (satu) set program forum KKKS; (14) Tersusunnya 2 kegiatan menghadiri Forum KKKS.
Hasil kegiatan dari KKKS/MKKS diantaranya adalah berupa:
-          rencana kerja KKKS/MKKS
-          laporan implementasi kegiatan yang terkait dengan peningkatan efektivitas kepemimpinan
-          program peningkatan 5 kompetensi Kepala Sekolah
-          program pengembangan profesi, dan organisasi profesi kepala sekolah
-          strategi implementasi pemecahan masalah dan rencana sekolah 1 (satu) tahun
-          3 (tiga) karya terbaik KKG yang diajukan oleh FKKG
-          1 (satu) usulan materi pokok yang perlu dibahas dalam KKKS/MKKS
-          1 (satu) bahan yang diseminasikan ke KKKS /MKKS
-          12 (dua belas) hasil on-service tentang peningkatan kompetensi (guru/kepala sekolah/ICT/PTS) dan laporan implementasinya di sekolah masing-masing
-          Laporan PTS
-          Laporan implementasi 5 kompetensi kepala sekolah
-          Laporan program Induksi Guru
-          Peta kompetensi guru dan kepala sekolah (individu anggota KKKS/MKKS)
-          2 (dua) Laporan kunjungan
-          1 (satu) set program forum KKKS/MKKS
-          Laporan kegiatan menghadiri Forum KKKS.

Indikator keberhasilan di tingkat KKPS/MKPS adalah sebagai berikut:  (1) Tersusunnya rencana kerja KKPS/ MKPS; (2) tersusunnya program implementasi kegiatan yang terkait dengan peningkatan efektivitas kepemimpinan; (3)  tersusunnya program pengembangan kompetensi (peran, pengembangan profesi guru dan kepala sekolah); (4)   Tersusunnya rencana sekolah selama 1 (satu) tahun berikut strategi implementasi serta pemecahan masalah dari masing-masing anggota KKPS/MKPS; (5) program kegiatan on-service untuk peningkatan kompetensi guru dan kepala sekolah serta pengewas sekolah; (6) tersusunnya program monitoring dan evaluasi terhadap sekolah binaan; (7)  tersusunnya program study visit; (8) Terseleksinya hasil kajian terhadap 3 (tiga) karya terbaik KKG hasil pilihan KKKS/MKKS dan 3 karya terbaik MGMP hasil pilihan KKPS/MKPS; (9) Tersedianya bahan yang didesiminasikan ke KKG/MGMP masing-masing sebanyak 1 (satu) set; (11) tersedianya program pemetaan evaluasi kinerja setiap guru, kepala sekolah yang menjadi binaannya serta peta kompetensi individu pengawas sekolah.  Hasil kegiatan pengawas sekolah adalah sebagai berikut:
-          rencana kerja KKPS/ MKPS;
-          laporan implementasi kegiatan yang terkait dengan peningkatan efektivitas kepemimpinan
-          laporan pengembangan kompetensi (peran, pengembangan profesi guru dan kepala sekolah serta pengawas sekolah)
-          Laporan PTS
-          rencana sekolah selama 1 (satu) tahun berikut strategi implementasi serta pemecahan masalah dari masing-masing anggota KKPS/MKPS
-          laporan kegiatan on-service untuk peningkatan kompetensi guru dan kepala sekolah serta pengawas sekolah
-          laporan monitoring dan evaluasi terhadap sekolah binaan
-          laporan study visit
-          laporan hasil kajian terhadap 3 (tiga) karya terbaik KKG hasil pilihan KKKS/MKKS dan 3 karya terbaik MGMP hasil pilihan KKPS/MKPS
-          laporan didesiminasikan ke KKG/MGMP masing-masing sebanyak 1 (satu) set
-          laporan peta kompetensi guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah sebagai hasil dari evaluasi kinerja setiap guru, kepala sekolah yang menjadi binaannya serta peta kompetensi individu pengawas sekolah.

Berdasarkan kepada berbagai indikator keberhasilan di tingkat nasional maupun di tingkat kelompok kerja, maka disusun berbagai panduan untuk mencapai indikator-indikator keberhasilan yang telah ditentukan.  Salah satu panduan yang disusun adalah “Analisis Kebutuhan Diklat” yang diupayakan dapat digunakan oleh Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas sekolah”

B.        Tujuan
Tujuan akhir  yang hendak dicapai adalah agar guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat melakukan analisis kebutuhan Diklat melalui metode yang ilmiah, mudah dan tepat.

Tujuan anatara yang hendak dicapai adalah:
1.        Guru/ kepala sekolah/ pengawas sekolah harus mampu melakukan persiapan TNA.
2.       Guru/ kepala sekolah/ pengawas sekolah harus mampu mengumpulakan data TNA.
3.       Guru/ kepala sekolah/ pengawas sekolah harus mampu mengidentifikasi dan menganalisis kesenjangan Diklat
4.      Guru/ kepala sekolah/ pengawas sekolah harus mampu menggambarkan kebutuhan materi Diklat
5.       Guru/ kepala sekolah/ pengawas sekolah harus mampu mengalokasikan waktu per mata Diklat
6.      Guru/ kepala sekolah/ pengawas sekolah harus mampu menyusun strategi dan metoda penyajian materi mata pelajaran sesuai dengan tingkat kebutuhan peserta.
7.       Guru/ kepala sekolah/ pengawas sekolah harus mampu menyusun kebutuhan Diklat di kelompok kerja dan sekolah masing-masing.


C.        Dasar Hukum
Dasar hukum yang diacu dalam penyusunan panduan adalah
  1. Undang Undang  Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
  2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  3. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
  4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional PNS
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
  8. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional PNS
  9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
  10. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya
  11. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya