A. POTRET PENDIDIKAN INDONESIA
Dunia pendidikan saat ini sering dikritik oleh masyarakat yang
disebabkan karena adanya sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan
tersebut yang menunjukkan sikap kurang terpuji. Banyak pelajar yang
terlibat tawuran, melakukan tindakan kriminal, pencurian penodongan,
penyimpangan seksual, menyalah-gunakan obat-obatan terlarang dan
sebagainya. Perbuatan tidak terpuji yang dilakukan para pelajar tersebut
benar-benar telah meresahkan masyarakat dan merepotkan pihak aparat
keamanan. Hal tersebut masih ditambah lagi dengan adanya peningkatan
jumlah pengangguran yang pada umumnya adalah tamatan pendidikan.
Keadaan ini semakin menambah potret pendidikan kita makin tak menarik
dan tak sedap dipandang makin menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap
wibawa dunia pendidikan kita. Jika keadaan yang demikian tidak segera
dicari solusinya, maka akan sulit mencari alternatif yang lain yang
paling efektif untuk membina moralitas masyarakat.Berbagai solusi untuk
memperbaiki dunia pendidikan dan mencari sebab-sebabnya merupakan hal
yang tidak dapat ditunda lagi.
B. PENERAPAN SISTEM PENDIDIKAN DI LEMBAGA PENDIDIKAN
Sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia pada saat ini adalah
sistem pendidikan yang sekular-materialistik.. Sistem pendidikan semacam
ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus mampu
menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.
Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan menghasilkan dikotomi
pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan
agama di satu sisi dengan pendidikan umum di sisi lain. Pendidikan agama
melalui madrasah, institut agama, dan pesantren dikelola oleh
Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar,
sekolah menengah, dan kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional.
.
Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya
hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan
bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan,
pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja
digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.
Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan
dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah-tengah
sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari
nilai-nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku
politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang
egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik, serta
paradigma pendidikan yang materialistik.
C.KELEMAHAN SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA
Sistem pendidikan adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan.Secara
konseptual, sistem pendidikan di Indonesia tlah diatur dalam undang
–undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang ini
telah diatur mengenai: dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan, hak warga
negara untuk memperoleh pendidikan, satuan, jalur dan jenis pendidikan,
jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya
pendidikan, pengelolaan, pengawasan, ketentuan lain-lain, ketentuan
pidana dan ketentuan peralihan.
Jika substansi yang terdapat dalam batang tubuh Undang-undang tersebut
ditelaah secara seksama, tampak bahwa secara keseluruhan cukup ideal.
Namun ideal ini belum tampak dalam realitas. Hal ini dapat dijelaskan
lebih lanjut sebagai berikut.
Pertama, dilihat dari segi dasarnya, pendidikan Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dasar ini mengandung nilai-nilai
yang tidak diragukan lagi amat ideal dn luhur. Namun, nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang dasar tersebut sekarang ini
tidak lagi efektif, bahkan masyarakat enggan untuk menyebutnya. Hal ini
ini antara lain disebabkan trauma masa lalu, dimana Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945 ditempatkan pada doktrin politik yang hanya
ditafsirkan mennurut versi dan kemauan penguasa. Hak bicara masyarakat
tersumbat, dan nyaris tidak memiliki kebebasan, sampai kemudian datang
gelombang reformasi yang memberikan kebebasan hampir tanpa batas kepada
masyarakat untuk berbicara apa saja. Masyarakat ternyata semakin tidak
beradab, yang terlihat dalam berbagai fenomena perilaku yang menyimpang
dan tidak manusiawi, seperti penjarahan, penganiayaan, pembunuhan,
pemerkosaan, dan lain sebagainya. Masyarakat kini tengah mencari dasar
pendidikan alternatif yang dapat diterima dan terasa pengaruhnya secara
efektif. Dasar tersebut antara lain melalui penerapan konsep masyarakat
madani. Konsep masyarakat madani sudah masuk ke dalam salah satu butir
konsideran dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang
Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum. Pemantapan konsep
madani dalam pendidikan lebih diperkuat pula melalui Mata Kuliah
Pendidikan Kewargaan (Civic Education). Berhasilkah konsep masyarakat
madani ini diterapkan sebagai dasar pendidikan Islam? Tampak belum
terjawab.
Kedua, dilihat dari segi fungsinya pendidikan di Indonesia diharapkan
dapat mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan martabat
manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Fungsi
pendidikan yang demikian itu masih belum terlihat hasilnya secara
aktual.Keadaan menunjukkan bahwa mutu kehidupan dan martabat manusia di
Indonesia didunia internasional terpuruk. Daya saing kualitas sumber
daya manusia d negara di kawasan Asia Tenggara. Demikian pula citra
bangsa Indonesia di mata dunia internasional tampil dalam sosoknya
sebagai bangsa yang kejam, sadis, bengis dan menakutkan.
Ketiga, dilihat dari segi tujuannya, pendidikan nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi luhur, memilki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri serta
tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Namun demikian, dalam kenyataan masih terdapat kesenjangan antara tujuan
pendidikan yang diharapkan dengan realitas lulusan pendidikan. Lulusan
pendidikan saat ini cenderung bersikap sekuler, materialistik,
rasionalistik, hedonistik, yaitu manusia yang cerdas intelektualnya dan
terampil fisiknya, namun kurang terbina mental spiritualnya, dan kurang
memiliki kecerdasan emosional. Akibatnya, kini banyak sekali pelajar
yang terlibat tawuran, melakukan tindakan kriminal, pencurian
penodongan, penyimpangan seksual, menyalah-gunakan obat-obatan terlarang
dan sebagainya.
Keempat, dilihat dari kesempatan yang diberikan, dalam Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan. Namun dalam kenyataan masih banyak warga
negara Indonesia yang belum mengenyam pendidikan sebagai akibat dari
ketidakmampuan dalam bidang ekonomi. Pendidikan saat ini, khususnya
pendidikan yang bermutu hanya dapat dimonopoli oleh segelintir orang
yang mampu saja. Sedangkan masyarakat pada umumnya hany mendapatkan
pendidikan yang kurang menjanjikan masa depannya.
Kelima, dilihat dari segi penyelenggaraannya, pendidikan dilaksanakan
melalui 2 ( dua jalur), yaitu jalur pendidikan sekolah merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar
secara berjenjang dan berkesinambungan. Sedang pendidikan di luar
sekolah tidak secara berjenjang dan berkesinambungan. Keluarga merupakan
bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam
keluarga yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan
keterampilan. Namun prakteknya perhatian pemerintah selama ini hanya
diberikan terhadap jalur pendidikan sekolah. Sedangkan pendidikan luar
sekolah kurang diperhatikan, sehingga kurang berperan sebagaimana diharapkan.Hal
ini semakin diperparah lagi adanya pengaruh global yang menerpa
kehidupan keluarga yang selanjutnya merubah orintasi dan pola hidup.
Yaitu pola hidup yang lebih mengutamakan material tanpa diimbangi dengan
dimensi spiritual. Akhirnya rumah tangga sebagai benteng pertahanan
moral dan akhlak keluarga terbawa hanyut arus global tersebut.
Keenam, dilihat dari segi tenaga pendidikan, Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan, bahwa tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidik,
pengelola satuan pendidikan, pemilik, pengawas, peneliti dan
pengembangan di bidang pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi
belajar. Tenaga pengajar adalah tenaga pendidik yang khusus diangkat
dengan tugas utama mengajar, yang pada jenjang pendidikan dasar menengah
disebut guru dan pada jenjang perguruan disebut dosen.
Secara kuantitatif dan kualitatif tenaga-tenaga kependidikan tersebut di
atas, tampak belum memadai untuk keperluan berbagai lembaga pendidikan
yang ada. Hal ini disebabkan karena keterbatan kemampuan pemerintahan
untuk mengadakan tenaga –tenaga kependidikan tersebut. Keadaan tersebut
diperparah lagi dengan tutupnya tenaga-tenaga pendidikan yang secara
khusus menyelenggarakan pendidikan keguruan untuk tingkat dasar,
menengah dan tinggi. Sekolah Pendidikan Keguruan(SPG), Pendidikan Guru
Agama (PGA), Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) dan semacamnya
kini tidak ada lagi. Akibatnya tugas mendidik dilakukan oleh tenaga
pendidikan yang tidak profesional.
Ketujuh, dilihat dari segi kurikulum, Sistem Pendidikan Nasional
mengatakan, bahwa kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai
dengan jenis dan jenjang masing –masing satuan pendidikan. Kenyataannya
menunjukkan masih terdapat sejumlah pengetahuan yang diberikan
diperguruan tinggi yang tidak ada lagi relevansinya dengan kebutuhan
masyarakat, sehingga lembaga pendidikan ikut andil memperbanyak jumlah
pengangguran intelektual. Selain itu masalah dikhotomi antara ilmu agama
dengan ilmu umum masih mewarnai kurikulum pendidikan pada umumnya.
Untuk mengatasi masalah ini perlu segera dilakukan integrasi antara ilmu
agama dengan ilmu umum, Islamisai atau spiritualisasi ilmu pengetahuan
umum.
D. PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI SOLUSI KELEMAHAN SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA
Islam memberi metode pendidikan yang sempurna kepada umat manusia
Seperti diungkapkan di atas, bahwa sistem pendidikan Islam merupakan
alternatif solusi mendasar untuk menggantikan sistem pendidikan sekuler
saat ini. Bagaimanakah gambaran sistem pendidikan Islam tersebut?
Berikut uraiannya secara sekilas.
1. Dasar Pendidikan Islam
Dasar sturuktur ajaran Islam, tauhid merupakan hal yang amat fundamental
dan mendasari segala aspek para penganutnya, tak terkecuali pendidikan.
Dalam kaitan ini seleruh pakar berpendapat bahwa dasar pendidikan Islam
adalah tauhid.
2. Kurikulum Pendidikam Islam
Kurikulum Pendidikan Islam harus dirancang berdasarkan konsep tauhid dalam hubungannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Islam
Sejalan dengan dasar pendidikan sebagaimana tersebut diatas, maka fungsi
pendidikan Islam harus berfungsi sebagai penyiapan kader-kader khalifah
dalam rangka membangun kerajaan dunia yang makmur, dinamis, harmonis
dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah
Pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan
sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter
(khas) islami. Antara lain:
a) Membentuk kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah)
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fushshilat:33)
Ini sebetulnya merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim. Intinya,
seorang Muslim harus memiliki dua aspek yang fundamental, yaitu pola
pikir (‘aqliyyah) dan pola jiwa (nafsiyyah) yang berpijak pada akidah
Islam.
Ada tiga langkah metode pembentukan pengembangan Islam, yaitu:
1) Menanamkan aqidah Islam dengan metode yang menggungat akal, menggetarkan jiwa dan menyentuh perasaan.
2) Mendorong untuk senantiasa menegakkan bangunan cara berpikir dan
perilakunya di atas aqidah dan syariah Islam yang telah menghujam kuat
dalam hatinya.
3) Mengembangkankepribadian dengan cara sungguh-sungguh mengisi pikiran
dengan tsaqofah Islamiyyah dan mengamalkannya dalam seluruh aspek
kehidupannya dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.
b) Menguasai Tsaqofah Islam (ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasarkan aqidah Islam)
Islam telah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu. Berdasarkan
takaran kewajibannya, menurut al-Ghazali, ilmu dibagi dalam dua
kategori, yaitu:
1) Ilmu yang termasuk fardhu ‘ain (kewajiban individual), artinya wajib
dipelajari setiap Muslim, yaitu tsaqâfah Islam yang terdiri dari
konsepsi, ide, dan hukum-hukum Islam; bahasa Arab; sirah Nabi saw.,
Ulumul Quran, Tahfizh al-Quran, ulumul hadis, ushul fikih, dll.
2) Ilmu yang dikategorikan fadhu kifayah (kewajiban kolektif); biasanya
ilmu-ilmu yang mencakup sains dan teknologi serta ilmu
terapan-keterampilan, seperti biologi, fisika, kedokteran, pertanian,
teknik, dll.
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran. (Azzumar:9)
c) Menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan keahlian)
Menguasai ilmu kehidupan (iptek) diperlukan agar umat Islam mampu
mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan misi sebagai
khalifah Allah SWT dengan baik di muka bumi ini.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.(AlQashash:77)
Rasulullah pernah memerintahkan Asy-syifa binti Abdullah agar
mengajarkan kepada Hafshah Ummu Mukminin tentang menulis dan pengobatan
dengan doa dan jampi. Beliau juga pernah menganjurkan kaum muslimah agar
mempelajari ilmu menulis dan merawat orang sakit (pengobatan)
4. Sifat dan syarat seorang pendidik
Ada beberapa sifat dan syarat seorang pendidik diantaranya:
a. Setiap pendidik harus memiliki sifat rabbani. Artinya, kita harus
mengaitkan diri kita kepada Tuhan Yang Maha Agung melalui ketaatan kita
kepada syariat-Nya serta melalui pemahan kita akan sifat-sifat-Nya.
b. Seorang guru hendaknya menyempurnakan sifat rabaniahnya dengan
keikhlasan. Artinya, aktivitas sebagai pendidik bukan semata-mata untuk
menambah wawasan keilmuannya, lebih jauh dari itu harus ditujukan dengan
keridhaan Allah serta mewujudkan kebenaran.
c. Ketka menyampaikan ilmunya kepada anak didik, seorang pendidik harus
memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang dia ajarkan dalam
kehidupan pribadinya.
d. Seorang guru harus senantiasa meingkatkan wawasan, pengetahuan, dan kajiannya.
e. Seorang pendidik hendaknya mengajarkan ilmunya dengan sabar.
f. Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode
pengajaran yang variatif serta sesuai dengan situasi dan materi
pelajaran.
g. Seorang guru harus mampu bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai
proposinya sehingga dia mampu mengontrol dan menguasai siswa.
h. Seorang guru dituntut untuk memahami psikologi anak, psikologi perkembangan, dan psikologi pendidikan
i. Seorang guru dituntut untuk peka terhadap fenomena kehidupan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar