Rabu, 26 November 2014

Pendidikan Gratis Untuk Siapa ?

Jakarta ( Berita ) : Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo menyatakan rasa optimistis, bahwa pendidikan dasar gratis dapat dilaksanakan karena telah dijamin dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20/2003.
Beberapa kabupaten dan provinisi di Tanah Air telah melaksanakan pendidikan gratis, antara lain Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.
“Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, karena program wajib belajar merupakan tanggung jawab negara, namun penyelenggaraan pendidikan dasar gratis perlu diberi batasan yang jelas disesuaikan dengan APBD masing-masing daerah,” kata Mendiknas Bambang Sudibyo.
Dengan adanya kenaikan BOS, lanjutnya, maka semua SD dan SMP negeri harus membebaskan siswa dari biaya operasional sekolah, kecuali untuk Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Pemda juga wajib mengendalikan pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga siswa miskin terbebas dari pungutan tersebut dan tidak ada pungutan berlebih terhadap siswa yang mampu.
Apalagi, biaya operasional sekolah (BOS), termasuk BOS buku, per siswa/tahun mengalami peningkatan secara signifikan mulai bulan Januari 2009. Tingkat SD di kota mendapatkan Rp400.000, SD di kabupaten mendapat Rp397.000, SMP di kota Rp575.000, dan Rp570.000 untuk SMP di kabupaten.
Mendiknas kemudian mencontohkan, DKI Jakarta masih membatasi pendidikan gratis untuk sekolah negeri, tetapi di Jawa Barat dan Kalimantan Timur sudah melaksanakannya untuk sekolah negeri maupun swasta.
Pemda, kata Mendiknas, juga wajib menyosialisasikan dan melaksanakan kebijakan BOS tahun 2009, memberikan sanksi terhadap pihak yang melakukan pelanggaran dan memenuhi kekurangan biaya operasional dari APBD apabila BOS dari Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) belum mencukupi. “Tetapi, sumbangan suka rela dan tidak mengikat kepada sekolah tetap perlu dihidupkan untuk menunjang kegiatan pendidikan”.
Dari dana BOS yang diterima sekolah wajib menggunakan dana tersebut untuk pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), pembelian buku teks pelajaran, biaya ulangan harian dan ujian, serta biaya perawatan operasional sekolah.
Sedangkan biaya yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memiliki biaya besar, seperti: kegiatan karyawisata, studi banding, pembelian seragam bagi siswa dan guru untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah), serta pembelian bahan atau peralatan yang tidak mendukung kegiatan sekolah, semuanya tidak ditanggung biaya BOS. “Pemungutan biaya tersebut juga akan tergantung dengan kebijakan tiap-tiap sekolah. Pemerintah akan terus mengawasi dan menjamin agar biaya-biaya tersebut tidak memberatkan para siswa dan orangtua,” katanya.
Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menegaskan tiga komitmennya dalam meningkatkan pendidikan. Ketiganya adalah pendidikan gratis, akses ke pendidikan tinggi, dan kesejahteraan guru. Terutama memberi perhatian yang sangat besar pada pendidikan dasar dan menengah sebab hak atas pendidikan dasar adalah wajib bagi pemerintah untuk menyediakannya.
Pendidikan gratis dapat diwujudkan bagi segmen tertentu masyarakat, yang memang pantas untuk digratiskan. “Tapi untuk orang kaya, saya tidak akan memberikan gratis”, ujarnya.
Bambang mengingatkan ada proses pendidikan yang memaksimalkan mutu akan melalui proses kompetitif, tapi ada juga porsi pendidikan yang tidak mungkin dijalankan dengan mekanisme kompetitif. “Terutama jika terkait hak warga negara, yaitu wajib belajar”.
Untuk mendorong semangat daerah untuk melaksanakan pendidikan gratis minimal untuk tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), Mendiknas telah meminta daerah untuk membuat peraturan daerah (Perda) Pendidikan Gratis untuk mengatur sanksi pada sekolah yang tidak memberikan pendidikan dasar (dikdas) secara gratis.
Program penyediaan bantuan beasiswa bagi siswa SD yang kurang mampu diharapkan menjadi bagian dari realisasi kebijakan pendidikan pro rakyat yang direalisakan melalui penyelenggaraan pendidikan gratis dan perbaikan infrastruktur.
Pemberlakuan sekolah gratis bukan berarti penurunan kualitas pendidikan, sebab bukan hanya siswa saja yang diringankan dalam hal biaya, namun para guru juga turut merasakan dampak dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan akan kesejahteraan guru.
Tahun 2009 ini pemerintah telah memutuskan untuk memenuhi ketentuan UUD 1945 pasal 31 tentang alokasi APBN untuk pendidikan sebesar 20 persen. Sehingga akan tersedianya anggaran untuk menaikkan pendapatan guru, terutama guru pegawai negeri sipil (PNS) berpangkat rendah yang belum berkeluarga dengan masa kerja 0 tahun, sekurang-kurangnya berpendapatan Rp2 juta.
Tak ada perbedaan

Terkait pendidikan gratis, pengamat pendidikan Prof Dr Said Hasan Hamid dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung menyatakan , seharusnya tidak ada perbedaan antara sekolah swasta dan negeri dalam kewajiban pemerintah menanggung biaya pendidikan. Perbedaan hanya berdasarkan orang tua siswa yang mampu dan yang tidak mampu.
Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas maka pembiayaan pendidikan itu ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat. Mana yang lebih banyak dalam menanggung beban tersebut tergantung pada jenjang dan jenis pendidikan serta masyarakat yang dilayani oleh suatu lembaga pendidikan.
Untuk Wajar 9 tahun, maka tanggungjawab itu harus berada pada pemerintah kecuali bagi kelompok masyarakat mampu (menengah ke atas) mereka harus berbagi dalam kewajiban membiayai pendidikan.
“Terkait program wajib belajar 9 tahun pemerintah harus menetapkan kebijakan pendidikan gratis sebagai suatu kebijakan nasional. Dalam konteks otonomi memang agak sulit karena pendidikan menjadi wewenang pemerintah daerah tetapi hal itu dapat dilakukan melalui kebijakan mengenai biaya. Jadi tidak boleh hanya sekedar imbauan, harus merupakan sebuah kebijakan,” katanya.
Perhitungan biaya pendidikan sebagaimana yang dikemukakan dalam dokumen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat digunakan untuk alokasi dana bagi setiap sekolah. Bagi siswa yang tidak mampu langsung diberikan setiap tahun langsung ke rekening sekolah, tidak perlu melalui prosedur khusus seperti BOS tetapi setiap tahun sekolah harus mengajukan permohonan, ujarnya.
Jika di suatu sekolah terdapat siswa dari keluarga mampu dan tidak mampu maka sekolah harus menghitung biaya dari kedua kelompok itu dan pemerintah memberikan dana untuk kelompok siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu.
Untuk pendidikan menengah, ujarnya pola pembiayaan yang berlaku untuk pendidikan dasar dapat diterapkan. Meskipun demikian, untuk pendidikan menengah umum seharusnya terbagi dalam dua jalur yaitu mereka yang mau melanjutkan ke perguruan tinggi dan mereka yang tidak mau melanjutkan ke perguruan tinggi.
“Bagi mereka yang memiliki prestasi menonjol dan berasal dari keluarga tidak mampu maka pemerintah mendanai pendidikan mereka sebagaimana dalam kebijakan Wajar 9 tahun. Sementara bagi mereka yang berasal dari keluarga mampu maka mereka harus membayar penuh biaya pendidikan,” katanya.
Untuk pendidikan menengah kejuruan maka pemerintah sepenuhnya menanggung biaya pendidikan. “Tentu saja pemerintah dapat bekerjasama dengan dunia industri yang akan menggunakan tenaga kerja tamatan sekolah menengah kejuruan untuk memberikan bantuan biaya pendidikan. Mungkin pula dunia industri hanya akan memberikan dana bagi sejumlah siswa yang akan mereka rekruit nantinya,” katanya.
Pendidikan gratis di Australia, Amerika Serikat, Jerman, Canada, Jepang, Norwegia dan banyak negara lain menunjukkan kualitas pendidikan yang baik. Apabila dana yang tersedia mencukupi untuk investasi, kegiatan operasional, dan kegiatan pengembangan, kemudian manajemen sekolah mampu menciptakan suasana kerja para guru yang kondusif sehingga guru memiliki lingkungan kerja dan fasilitas kerja yang selalu mendukung untuk mengembangkan proses pendidikan yang berkualitas.
“Jika dana untuk investasi, operasional, maintenance dan pengembangan tidak mencukupi serta guru berada dalam lingkungan kerja yang tidak kondusif untuk mengembangkan pendidikan berkualitas maka tidak mungkin proses pendidikan yang dikembangkan akan berkualitas. Jika proses pendidikan tidak berkualitas maka hasilnya pun tidak berkualitas pula,” katanya.
Wajar 9 tahun adalah tetap menjadi program pendidikan prioritas pemerintah. Bersamaan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar menjadi 100 persen bersamaan dengan itu pemerintah harus berupaya keras meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan wajar 9 tahun.
Wajar 9 tahun adalah pendidikan minimal yang harus dinikmati setiap warganegara dan dengan demikian hasil pendidikan dasar 9 tahun harus merupakan kualitas minimal yang harus dimiliki setiap warganegara. Kualitas tersebut menjadi sangat kritikal mengingat bahwa tahun 2020, Indonesia akan memasuki era kehidupan baru yaitu pasar bebas , katanya.
“Sayangnya, pemerintah masih adem ayem akan tantangan untuk menghadapi pasar bebas ini dan saya sangat khawatir ketika kesadaran itu muncul waktunya sudah terlambat. Konsekuesinya banyak aspek dan wilayah kehidupan akan berada di tangan orang asing,” katanya. Oleh karena itu, peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan WAJAR 9 tahun sebagai prioritas tertinggi pemerintah adalah sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi. ( ant )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar