Biografi B.J Habibie -
Salah satu tokoh panutan dan menjadi kebanggaan bagi banyak orang di
Indonesia dan juga Presiden ketiga Republik Indonesia, dialah
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin
Jusuf Habibie dilahirkan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal
25 Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara,
pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo.
Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962
ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal. Masa
kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi
Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie
sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda dan
membaca ini dikenal sangat cerdas ketika masih menduduki sekolah dasar,
namun ia harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September
1950 karena terkena serangan jantung saat ia sedang shalat Isya.
Tak lama setelah ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menjual rumah dan
kendaraannya dan pindah ke Bandung bersama Habibie, sepeninggal ayahnya,
ibunya membanting tulang membiayai kehidupan anak-anaknya terutama
Habibie, karena kemauan untuk belajar Habibie kemudian menuntut ilmu di
Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol
prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi
sosok favorit di sekolahnya.
Karena kecerdasannya, Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau
masuk di ITB (Institut Teknologi Bandung), Ia tidak sampai selesai
disana karena beliau mendapatkan beasiswa dari Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan untuk melanjutkan kuliahnya di Jerman, karena mengingat pesan
Bung Karno
tentang pentingnya Dirgantara dan penerbangan bagi Indonesia maka ia
memilih jurusan Teknik Penerbangan dengan spesialisasi Konstruksi
pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH)
Ketika sampai di Jerman, beliau sudah bertekad untuk sunguh-sungguh
dirantau dan harus sukses, dengan mengingat jerih payah ibunya yang
membiayai kuliah dan kehidupannya sehari-hari. Beberapa tahun kemudian,
pada tahun 1955 di Aachean, 99% mahasiswa Indonesia yang belajar di
sana diberikan beasiswa penuh. Hanya beliaulah yang memiliki paspor
hijau atau swasta dari pada teman-temannya yang lain. Musim liburan
bukan liburan bagi beliau justru kesempatan emas yang harus diisi
dengan ujian dan mencari uang untuk membeli buku. Sehabis masa libur,
semua kegiatan disampingkan kecuali belajar. Berbeda dengan
teman-temannya yang lain, mereka; lebih banyak menggunakan waktu
liburan musim panas untuk bekerja, mencari pengalaman dan uang tanpa
mengikuti ujian.
Beliau mendapat gelar Diploma Ing, dari Technische Hochschule, Jerman
tahun 1960 dengan predikat Cumlaude (Sempurna) dengan nilai rata-rata
9,5, Dengan gelar insinyur, beliau mendaftar diri untuk bekerja di Firma
Talbot, sebuah industri kereta api Jerman. Pada saat itu Firma Talbot
membutuhkan sebuah wagon yang bervolume besar untuk mengangkut
barang-barang yang ringan tapi volumenya besar. Talbot membutuhkan 1000
wagon. Mendapat persoalan seperti itu, Habibie mencoba mengaplikasikan
cara-cara kontruksi membuat sayap pesawat terbang yang ia terapkan pada
wagon dan akhirnya berhasil.
Setelah itu beliau kemudian melanjutkan studinya untuk gelar Doktor di
Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean kemudian
Habibie menikah pada tahun 1962 dengan Hasri Ainun Habibie yang
kemudian diboyong ke Jerman, hidupnya makin keras, di pagi-pagi sekali
Habibie terkadang harus berjalan kaki cepat ke tempat kerjanya yang jauh
untuk menghemat kebutuhan hidupnya kemudian pulang pada malam hari dan
belajar untuk kuliahnya, Istrinya Nyonya Hasri Ainun Habibie harus
mengantri di tempat pencucian umum untuk mencuci baju untuk menghemat
kebutuhan hidup keluarga. Pada tahun 1965 Habibie mendapatkan gelar Dr.
Ingenieur dengan penilaian summa cumlaude (Sangat sempurna) dengan
nilai rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer
Maschinenwesen Aachean.
Rumus yang di temukan oleh Habibie dinamai "Faktor Habibie" karena bisa
menghitung keretakan atau krack propagation on random sampai ke
atom-atom pesawat terbang sehingga ia di juluki sebagai "Mr. Crack".
Pada tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut
Teknologi Bandung. dari tempat yang sama tahun 1965. Kejeniusan dan
prestasi inilah yang mengantarkan Habibie diakui lembaga internasional
di antaranya, Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan
dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London
(Inggris), The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia),
The Academie Nationale de l'Air et de l'Espace (Prancis) dan The US
Academy of Engineering (Amerika Serikat). Sementara itu penghargaan
bergensi yang pernah diraih Habibie di antaranya, Edward Warner Award
dan Award von Karman yang hampir setara dengan Hadiah Nobel. Di dalam
negeri, Habibie mendapat penghargaan tertinggi dari Institut Teknologi
Bandung (ITB), Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana.
Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak
pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap
kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van Karman Award, itu
kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie
hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih
gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa
Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh
Jerman, sebelum memenuhi panggilan
Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala
BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR
menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung
menjadi Presiden RI menggantikan
Soeharto
menjadi Presiden Republik Indonesia ke 3. Soeharto menyerahkan jabatan
presiden itu kepada Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai
akhirnya Habibie dipaksa pula lengser akibat refrendum Timor Timur yang
memilih merdeka. Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun
kembali menjadi warga negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke
Jerman.
Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan
menjadi pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier,
Embraer dll dan kita tak perlu tergantung dengan negara manapun. Tapi
keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu
harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli
pesawat negara mereka!
Pada tanggal 22 Mei 2010, Hasri Ainun Habibie, istri BJ Habibie,
meninggal di Rumah Sakit Ludwig Maximilians Universitat, Klinikum,
Muenchen, Jerman. Ia meninggal pada hari Sabtu pukul 17.30 waktu
setempat atau 22.30 WIB. Kepastian meninggalnya Hasri Ainun dari
kepastian Ali Mochtar Ngabalin, mantan anggota DPR yang ditunjuk menjadi
wakil keluarga BJ Habibie. Ini menjadi duka yang amat mendalam bagi
Mantan Presiden Habibie dan Rakyat Indonesia yang merasa kehilangan.
Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah mata untuk melihat
hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih dalam
hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai
batas.
"Selama 48 tahun saya tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, .......ibu
Ainun istri saya. Ia ikuti kemana saja saya pergi dengan penuh kasih
sayang dan rasa sabar. Dik, kalian barangkali sudah biasa hidup terpisah
dengan istri, you pergi dinas dan istri di rumah, tapi tidak dengan
saya. Gini ya............saya mau kasih informasi........... Saya ini
baru tahu bahwa ibu Ainun mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak
pernah ada tanda-tanda dan tak pernah ada keluhan keluar dari
ibu........." Papar BJ Habibie.
Pada Awal desember 2012, sebuah film yang berjudul "
Habibie dan Ainun"
diluncurkan, film ini Mengangkat kisah nyata tentang romantisme kedua
saat remaja hingga menjadi suami istri dan saat ajal memisahkan mereka.
Film yang diambil dari buku terlaris karya BJ Habibie, Film ini di garap
oleh dua sutradara yaitu Faozan Rizal dan Hanung Bramantyo, dengan
pemeran Reza Rahardian sebagai Habibie dan Bunga Citra Lestari sebagai
Ainun Habibie.
Pidato BJ Habibie ketika berkunjung Ke Garuda Indonesia
Dik, anda tahu, saya ini lulus SMA tahun 1954!” beliau membuka
pembicaraan dengan gayanya yang khas penuh semangat dan memanggil semua
hadirin dengan kata “Dik” kemudian secara lancar beliau melanjutkan
“Presiden Soekarno, Bapak Proklamator RI, orator paling unggul, itu
sebenarnya memiliki visi yang luar biasa cemerlang! Ia adalah Penyambung
Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai
Insinyur, Indonesia dengan geografis
ribuan pulau, memerlukan penguasaan Teknologi yang berwawasan nasional
yakni Teknologi Maritim dan Teknologi Dirgantara. Kala itu, tak ada ITB
dan tak ada UI. Para pelajar SMA unggulan berbondong-bondong
disekolahkan oleh Presiden Soekarno ke luar negeri untuk menimba ilmu
teknologi Maritim dan teknologi dirgantara. Saya adalah rombongan kedua
diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai
negara. Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat
tapi sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal saya
hanya tertarik dengan ‘how to build commercial aircraft’ bagi Indonesia.
Jadi sebenarnya Pak Soeharto, Presiden RI kedua hanya melanjutkan saja
program itu, beliau juga bukan pencetus ide penerapan ‘teknologi’
berwawasan nasional di Indonesia. Lantas kita bangun
perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah
IPTN.
Sekarang Dik, anda semua lihat sendiri, N250 itu bukan pesawat
asal-asalan dibikin! Pesawat itu sudah terbang tanpa mengalami ‘Dutch
Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’) berlebihan,
tenologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk 30 tahun
kedepan, diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal,
satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi
‘Fly by Wire’ bahkan sampai hari ini. Rakyat dan negara kita ini
membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa persisnya
900 atau 1900 jam) dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA.
IPTN membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk
pasar negara-negara itu.Namun, orang Indonesia selalu saja gemar
bersikap sinis dan mengejek diri sendiri ‘apa mungkin orang Indonesia
bikin pesawat terbang?
Tiba-tiba, Presiden memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis lainnya.
Dik tahu di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri strategisnya,
satu Jerman karena trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan Indonesia.
Sekarang, semua tenaga ahli teknologi Indonesia terpaksa diusir dari
negeri sendiri dan mereka bertebaran di berbagai negara, khususnya
pabrik pesawat di Bazil, Canada, Amerika dan Eropa.
Hati siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua?
Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250
akan menjadi pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier,
Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu tergantung dengan negara
manapun. Tapi keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN yang
berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi
kita yang beli pesawat negara mereka!
Pak Habibie menghela nafas, Pak Habibie melanjutkan pembicaraannya....
Hal yang sama terjadi pada prototipe pesawat jet twin engines narrow
body, itu saya tunjuk Ilham sebagai Kepala Proyek N2130. Ia bukan karena
anak Habibie, tapi Ilham ini memang sekolah khusus mengenai
manufakturing pesawat terbang, kalau saya sebenarnya hanya ahli dalam
bidang metalurgi pesawat terbang. Kalau saja N2130 diteruskan, kita
semua tak perlu tergantung dari Boeing dan Airbus untuk membangun
jembatan udara di Indonesia.
Dik, dalam industri apapun kuncinya itu hanya satu QCD,
− Q itu
Quality, Dik, anda harus buat segala sesuatunya berkualitas tinggi dan konsisten− C itu
Cost, Dik, tekan harga serendah mungkin agar mampu bersaing dengan produsen sejenis− D itu
Delivery, biasakan semua produksi dan outcome berkualitas tinggi dengan biaya paling efisien dan disampaikan tepat waktu!Itu saja!
Pak Habibie melanjutkan penjelasan tentang QCD sbb:
Kalau saya upamakan, Q itu nilainya 1, C nilainya juga 1 lantas D
nilainya 1 pula, jika dijumlah maka menjadi 3. Tapi cara kerja QCD tidak
begitu Dik, organisasi itu bekerja saling sinergi sehingga yang namanya
QCD itu bisa menjadi 300 atau 3000 atau bahkan 30.000 sangat tergantung
bagaimana anda semua mengerjakannya, bekerjanya harus pakai hati Dik”
Tiba-tiba, pak Habibie seperti merenung sejenak mengingat-ingat sesuatu...
Dik, saya ini memulai segala sesuatunya dari bawah, sampai saya ditunjuk
menjadi Wakil Dirut perusahaan terkemuka di Jerman dan akhirnya menjadi
Presiden RI, itu semua bukan kejadian tiba-tiba. Selama 48 tahun saya
tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, ibu Ainun istri saya. Ia ikuti
kemana saja saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa sabar. Dik,
kalian barangkali sudah biasa hidup terpisah dengan istri, you pergi
dinas dan istri di rumah, tapi tidak dengan saya. Gini ya, saya mau
kasih informasi...... Saya ini baru tahu bahwa ibu Ainun mengidap kanker
hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah ada tanda-tanda dan tak pernah ada
keluhan keluar dari ibu.
Pak Habibie menghela nafas panjang dan tampak sekali ia sangat emosional
serta mengalami luka hati yang mendalam, seisi ruangan hening dan turut
serta larut dalam emosi kepedihan pak Habibie, apalagi aku tanpa terasa
air mata mulai menggenang.
Dengan suara bergetar dan setengah terisak pak Habibie melanjutkan...
Dik, kalian tau, 2 minggu setelah ditinggalkan ibu, suatu hari, saya
pakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir di ruang
keluarga sendirian sambil memanggil-manggil nama ibu... Ainun.... Ainun
........ Ainun ........saya mencari ibu di semua sudut rumah.
Para dokter yang melihat perkembangan saya sepeninggal ibu berpendapat
‘Habibie bisa mati dalam waktu 3 bulan jika terus begini...’ mereka
bilang ‘Kita (para dokter) harus tolong Habibie.
Para Dokter dari Jerman dan Indonesia berkumpul lalu saya diberinya 3 pilihan;
1. Pertama, saya harus dirawat, diberi obat khusus sampai saya dapat
mandiri meneruskan hidup. Artinya saya ini gila dan harus dirawat di
Rumah Sakit Jiwa!2. Opsi kedua, para dokter akan mengunjungi saya di
rumah, saya harus berkonsultasi terus-menerus dengan mereka dan saya
harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja, artinya saya sudah gila dan
harus diawasi terus...3. Opsi ketiga, saya disuruh mereka untuk
menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah saya bercerita dengan
Ainun seolah ibu masih hidup.
Saya pilih opsi yang ketiga...
*(dari tayangan program di stasiun televisi 27 Januari 2012, P.Habibie
bercerita, ternyata ada 4 opsi,bukan 3, dimana opsi yang belum tersebut
di atas adalah, P.Habibie diminta bercerita tentang apa saja tentang bu
Ainun kepada dokter, hampir sama dengan opsi 2)
Tiba-tiba, pak Habibie seperti teringat sesuatu (kita yang biasa
mendengarkan beliau juga pasti maklum bahwa gaya bicara pak Habibie
seperti meloncat kesana-kemari dan kadang terputus karena proses
berpikir beliau sepertinya lebih cepat dibandingkan kecepatan berbicara
dalam menyampaikan sesuatu).. ia melanjutkan pembicaraannya;
Dik, hari ini persis 600 hari saya ditinggal Ainun.......dan hari ini
persis 597 hari Garuda Indonesia menjemput dan memulangkan ibu Ainun
dari Jerman ke tanah air Indonesia.
Saya tidak mau menyampaikan ucapan terima kasih melalui surat..... saya
menunggu hari baik, berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mencari
momen yang tepat guna menyampaikan isi hati saya. Hari ini didampingi
anak saya Ilham dan keponakan saya, Adri maka saya, Habibie atas nama
seluruh keluarga besar Habibie mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya, kalian, Garuda Indonesia telah mengirimkan sebuah
Boeing B747-400 untuk menjemput kami di Jerman dan memulangkan ibu Ainun
ke tanah air bahkan memakamkannya di Taman Makam Pahlawan. Sungguh
suatu kehormatan besar bagi kami sekeluarga. Sekali lagi, saya
mengucapkan terima kasih atas bantuan Garuda Indonesia.
Seluruh hadirin terhenyak dan saya tak kuasa lagi membendung air mata.......
Setelah jeda beberapa waktu, pak Habibie melanjutkan pembicaraannya;
Dik, sebegitu banyak ungkapan isi hati kepada Ainun, lalu beberapa
kerabat menyarankan agar semua tulisan saya dibukukan saja, dan saya
menyetujui...
Buku itu sebenarnya bercerita tentang jalinan kasih antara dua anak
manusia. Tak ada unsur kesukuan, agama, atau ras tertentu. Isi buku ini
sangat universal, dengan muatan budaya nasional Indonesia. Sekarang buku
ini atas permintaan banyak orang telah diterjemahkan ke beberapa
bahasa, antara lain Inggris, Arab, Jepang..... (saya lupa persisnya,
namun pak Habibie menyebut 4 atau 5 bahasa asing).Sayangnya buku ini
hanya dijual di satu toko buku (pak Habibie menyebut nama satu toko buku
besar), sudah dicetak 75.000 eksemplar dan langsung habis. Banyak orang
yang ingin membaca buku ini tapi tak tahu dimana belinya. Beberapa
orang di daerah di luar kota besar di Indonesia juga mengeluhkan dimana
bisa beli buku ini di kota mereka.
Dik, asal you tahu,
semua uang hasil penjualan buku ini tak satu
rupiahpun untuk memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang
hasil penjualan buku ini dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk
oleh Habibie dan ibu Ainun untuk menyantuni orang cacat, salah satunya
adalah para penyandang tuna netra. Kasihan mereka ini sesungguhnya bisa
bekerja dengan nyaman jika bisa melihat.
Saya berikan diskon 30% bagi pembeli buku yang jumlah besar bahkan saya
tambahkan lagi diskon 10% bagi mereka karena saya tahu, mereka membeli
banyak buku pasti untuk dijual kembali ke yang lain.
Sekali lagi, buku ini kisah kasih universal anak manusia dari sejak
tidak punya apa-apa sampai menjadi Presiden Republik Indonesia dan Ibu
Negara. Isinya sangat inspiratif.”