Minggu, 15 Maret 2015
CERPEN
Potongan rambut yang acak acakan menjadi ciri khasnya, tapi Albab lebih suka memakai peci hitamnya atau belangkon batik yang membuatnya terlihat gagah, tidak terlalu tinggi, kulit putih mulusnya dan hidung mancungnya membuatnya mudah dikenali.
Seperti biasanya, Albab mengayuh sepedanya menuju SMA N 1 Maos, tempatnya menjadi idola adik adik kelasnya, bagaimana tidak, tampangnya yang sudah cukup untuk menjadi idola bagi anak SMA ini didukung dengan sifat humorisnya yang mengocok perut, memang hanya sebagai pemangku adat, ya Albab ini cukup aktif mengikuti pramuka di SMAnya.
“Saya akan berusaha lebih keras pak” begitu keluar Albab hanya mengingat kata kata guru BK yang menyuruhnya untuk lebih fokus ke UN daripada organisasinya, cukup pucat wajahnya dan mulai berkeringat.
Albab mulai berfikir betapa menakutkannya UN nanti jika prestasinya tidak meningkat dan pemahamannya di pelajaran kurang, Albab mulai mulai belajar. Albab hanya memikirkan caranya untuk lulus UN, tryout demi tryout dia manfaatkan untuk menguji pengetahuannya tentang bab yang akan di UNkan, namun jarang ada tulisan “Lulus” di selembaran hasil tryoutnya, tentu Albab tidak begitu khawatir karena dia tau Tuhan akan membantu orang orang yang mau berusaha.
“Kalau ada yang mau ditanyakan tentang Kampus ini silahkan angkat tangan ya de” Hampir setiap minggunya Universitas Negeri maupun Swasta promosi ke SMA Albab, sekedar memberi informasi agar siswa SMA setelah lulus sudah mempunyai gambaran tentang perkuliahan.
“Aku tak pernah berfikir untuk kuliah, tapi sepertinya asik juga” Albab menjawab seadanya kepada teman yang menanyakan hendak kemana setelah lulus nanti. Albab tidak pernah berfikir untuk kuliah karena tidak ingin membebankan orangtuanya, tentu saja semua anak juga berfikiran seperti itu dan hasilnya mereka bekerja banting tulang setelah lulus SMA.
UN hari pertama membuat Albab semakin menyayangi Tuhannya karena Tuhan selalu membantu orang orang yang berusaha, bagaimana tidak? walaupun tidak sempurna tapi Albab bisa mengerjakan soal soal dengan hasil yang cukup meyakinkannya lulus. Benar saja setelah pengumuman Albab lulus dengan nilainya yang cukup.
Sudah musimnya SNMPTN tentu semua siswa SMA tau, dan tentunya pula mereka yang beringinan kuliah juga pasti ikut. Apakah Albab mengikutinya? Albab tidak mau membebankan biaya kuliah kepada orangtuanya, tentu semua kalau bisa pasti juga tidak mau membebankan biaya ke orangtua, ini lah yang membuat Albab berbeda, dia bukan hanya mau tapi niat.
Akhirnya dia berniat kuliah dengan mengikuti SNMPTN tentu dengan nilainya semasa SMA siapapun tidak yakin Albab bisa lolos.
“Bapak, nanti kalo Albab diterima kuliahnya bagaimana?” saat sedang menonton televisi bersama orangtuanya Albab sengaja menyelipkan pertanyaan yang terus mengganggu fikirannya.
“Ya bersyukur” sambil terus menonton televisi bapaknya pun menjawab santai, Albab tahu batin bapaknya menangis dan menjawab seperti itu, biaya memang cukup untuk memasukan Albab ke bangku kuliah, tapi bagaimana dengan kehidupan Albab nantinya? Apalagi Albab memilih Universitas di Yogyakarta, Albab mencoba tersenyum dan tidak membahasnya lagi. Penantian Albab untuk SNMPTN tak semendebarkan penantian teman temannya, bagaimana kalau masuk? Apakah bapak akan membiayaiku, tentu akan, tapi apa bisa? Hati Albab terus bergemuruh.
Tapi mungkin sebaiknya masuk, kalo tidak masuk bukankah akan lebih sulit mencari Universitas lain? Bahkan biaya masuknya tentu lebih mahal dari jalur masuk SNMPTN ini, siang malam pikiran Albab terpaku pada biaya. Tentunya orangtua Albab berfikir hal yang sama, namun orangtuanya memilih diam karena Albab adalah anak yang pengertian. Tentu setelah berminggu minggu proses seleksi SNMPTN Albab pun ingin melihat hasilnya, namun Handphone Albab tidak cukup canggih untuk membuka internet akhirnya Albab memutuskan untuk ke warung internet yang pada masanya masih jarang ditemui di desanya.
Dalam perjalanan mengayuh sepeda, sebuah sms masuk dan dibacanya “Inalillahi wa inailaihi roji’un”
Bapak temannya meninggal dunia, keinginan Albab untuk segera melihat pengumumanpun tertunda, dan berangkatlah dia menuju rumah temannya itu.
Hati dan fikiran Albab bergemuruh tentang pengumuman itu, tapi semua sirna ketika melihat kesedihan temannya, Albab berfikir tentu akan lebih menyedihkan hal ini daripada diterima SNMPTN tapi tidak bisa masuk karena tidak ada biaya atau bahkan tidak diterima SNMPTN, apapun hasinya harus bersyukur karena semenyedihkan apapun keadaan kita bukankah ada yang lebih dari itu? Dan bukankah semua itu adalah Ujian dari Alloh untuk kita?
Sementara waktu hati Albab dan fikirannya tenang dan seketika turut berduka atas kepedihan temannya itu.
Dari : Iwan (085608501xxx)
“Albab kamu di trima SNMPTN di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan Ilmu komunikasi”
Betapa tidak terkejutnya Albab saat itu, saat hati dan fikirannya mulai tenang tiba tiba teman dekatnya mengirimkan sms dengan bunyi yang sangat indah, namun Albab menahan rasa ingin tertawa bahagianya karena Albab sedang di acara pemakaman bapak temannya.
Dalam perjalanan pulangnya setelah pemakaman, Albab menyempatkan diri membeli Koran yang memuat pengumuman SNMPTN ini, tentu dia senang melihat namanya dan langsung membelinya. Sesampainya di rumah tentu kabar ini dia sebut kabar gembira yang harus segera diumumkan ke orangtuanya, tapi seketika Albab berfikir biaya kembali.
Dengan setengah hati Albab menceritakan kabar gembiranya, tapi Bapaknya hanya berkata seadanya dan menjawab sesingkat singkatnya, tentu Albab bukan orang yang mudah emosi, Albab paham keadaan keuangan mereka. Namun satu hal yang Albab anggap restu dari orangtuanya ini adalah ketika Albab melihat koran yang dibelinya dan melihat namanya sudah terlingkari oleh tinta hitam, tentu bukan Albab yang melakukannya.
Semua berkas siap untuk registrasi Albab, langkah awalnya masuk UIN SuKa Yogyakarta, hari besok adalah hari terakhir registrasi, semua tau jika Albab melewatkannya itu berarti Albab tidak bisa duduk di salah satu bangku di Universitas itu.
“Kamu sudah di jogja apa belum?” Sms dari kaka kelasnya yang telah kuliah di Jogja pun dibacanya,
“Belum mas,” Albab hanya menajawab seadanya.
“Besok registrasi terakhir.” Dengan penuh rasa heran tentunya sms ini dikirimnya
“Iya mas,” Albab memang lebih suka mengubur rasa ini sendiri
“Kamu ke rumahku malem ini bisa?” mungkin maksudnya ingin menanyakan kelanjutan kuliah Albab
“ngapain mas?” Albab merasa heran
“Temenin aku ke angkringan bisa?”
“Bisa mas,” Mungkin dengan menghabiskan malamnya dengan kakak kelasnya Albab bisa melupakan rasa sakitnya karena tidak bisa kuliah tahun ini hanya Karena biaya.
Malam itu Albab datang ke rumah kakak kelasnya dan temannya meminta Albab menemaninya ke ATM, Albab hanya menurut dan menemani kakak kelasnya itu.
Setelah dari ATM mereka langsung pulang ke rumah kakak kelasnya, dengan basa basi sedikit percakapan serius dimulai oleh kakak kelasnya.
“Kenapa kamu belum ke Jogja? Besok kan hari terakhir registrasinya?”
“Iya mas, belum ada biayanya” dengan kebiasaan Albab yang menganggukan kepalanya berkali kali saat sedang menahan rasa kesalnya ini Albab menjawab seadanya.
“Memang yang kamu punya baru berapa Al?”
“Baru sedikit mas, mas ini kita enggak jadi ke angkringan?” Albab mulai mengalihkan pembicaraan serius mereka.
Dengan sedikit senyum dari kakak kelasnya itu, Dia menyodorkan sebuah amplop “Ini ambil, besok ke Jogja registrasi ke kampus ya.” Mendengar apa yang diucapkan dan apa yang disodorkan di depannya, Albab merasa tak kuat menahan air matanya, dengan cepat cepat Albab menghapusya. Kakak kelasnya ini hanya tersenyum dan menepuk pundak Albab berkali kali, setelah itu menyuruh Albab pulang.
Layaknya malaikat yang diturunkan langsung di hadapan Albab, Albab sangat bersyukur dan langsung pulang membawa kabar bahagianya dan membaginya ke orangtua yang sangat disayanginya.
Tanpa keraguan lagi pagi pagi albab berangkat ke Yogyakarta sendiri, sesampainya disana dia menumpang di rumah Kakak kelasnya yang lain yang memang sudah lama kuliah di Jogja ini. Setelah melalui antrean yang lumayan panjang akhirnya namanya disebut, dengan menyerahkan beberapa lembar foto copy ijazah, dan persyaratan lain, Albab melangkah ke loket loket berikutnya, hingga sampai loket KTM, Dengan senyum bahagianya Albab berhasil mendapat 1 kursi di UIN SuKa Yogyakarta dengan NIM (Nomor Induk Mahasiswa) 10730110 yang baginya adalah nomor penuh keberuntungan, nomor penuh kebahagiaan.
Tentu Albab tidak bisa lama lama untuk di Jogja mengingat dia hanya meminta bantuan kaka kelasnya itu, akhirnya Albab memutuskan kembali ke rumahnya di Cilacap. Tak ada sambutan spesial dari orangtuanya.
“Al, nanti di Jogja mau tinggal dimana?” Pertanyaan orangtua Albab terasa sangat menusuk, ini artinya kaki Albab harus lebih kuat untuk melangkah, tentu pertanyaan ini punya arti, punya makna dan punya dasar.
Iya harga kos memang tidak terlalu mahal tapi Albab di Jogja bukan hanya satu atau dua bulan, tapi Tahunan. Albab pun mencari cara dan berusaha tentu do’anya terus dipanjatkan pula.
Berminggu minggu sebelum perkuliahan di mulai, Albab akhirnya menemukan jalan keluar dari pertanyaan Bapaknya ini, Albab lagi lagi harus meminta tolong ke kakak kelasnya yang lain, kali ini bukan untuk tinggal di kos kakak kelasnya ini, tapi untuk tinggal bersama kakak kelasnya di sebuah masjid, iya… Albab menjadi ta’mir, Albab mengambil langkah ini dan sangat bersyukur punya jalan keluar untuk pertanyaan orangtuanya.
Albab mulai perkuliahannya dengan penuh senyum dan penuh rasa bahagia, sepulang kuliah tentun Albab masih punya kewajiban membersihkan masjid dan merawatnya dan mengajari anak anak kecil sekitar masjid untuk mengaji, hal ini dilakukannya dengan tabah dan sabar, tentu tidak sekali dua kali jadwal kampusnya bentrok dengan jadwalnya menjadi guru ngaji dan tidak jarang warga menegur Albab.
Cobaan ini mulai terselesaikan dengan mengganti jadwal mengajarnya di jam lain, namun Alloh begitu menyayangi Albab, cobaan lain datang, orangtua albab tentu memberikan Albab uang bulanan seperti peran orangtua pada umumnya, tentu dengan jumlah yang jauh dari kata cukup.
Albab bukan laki laki yang mudah merengek, dia berusaha keras mencari kerja, ya… lagi lagi Albab punya jalan keluar, dengan bekerja di salah satu toko aksesoris, dengan membuat aksesoris yang lebih cocok dikerjakan wanita ini, Albab dengan semangat mengerjakannya, selama halal bukan masalah untuknya. Pekerjaan ini cukup menguras energinya, dan menyita waktunya, mengingat dia punya tanggung jawab besar mengurus masjid. Tapi Albab terus menjalaninya dengan penuh usaha dan do’a.
Tentu bumi ini berputar dan kita tidak selalu di bawah, Albab berhenti menjadi ta’mir dan kos di salah satu tempat yang harganya tidak terlalu mahal, tentu Albab pun sudah tidak bekerja di toko aksesoris.
Albab menjalani kuliahnya dengan penuh tanggung jawab, IPKnya diatas 3 begitu membanggakan bukan? Apakah Albab sudah diberi uang bulanan lebih sehingga dia tidak bekerja lagi dan bisa kos pula? Tentu tidak, Albab mengganti pekerjaannya. Setiap pagi Albab membawa kotak kotak yang berisi susu kedelai hangat, dan menjualnya di kampus, dia hanya mengambil keuntungan 500 rupiah dari setiap susu kedelai yang dia jual, penghasilan perharinya saat itu sekitar 30 ribu, itu sudah cukup untuk membayar kos dan uang semesterannya jika ditambah dengan uang yang diberi orangtuanya.
Albab terus mencari pekerjaan baru dan tentu ada jalan keluarnya, Albab bekerja di café dari jam 4 sore sampai jam 1 malam, ini membuat Albab mengatur jadwal kuliahnya menjadi dibawah jam 12. Tentu Albab terus berjuang membagi waktunya, walaupun gagal, dengan hancurnya IPKnya di semester 4, Albab terus berusaha, Albab telah berhenti kerja di café karena dikeluarkan.
Salah apa Albab? Tentu ini bukan kesalahan, ini resiko, Albab meninggalkan pekerjaannya disaat sabtu, walaupun tidak diijinkan Albab tetap pergi, untuk apa? Untuk mengikuti praktikum yang tidak boleh ditinggalkan, tentu ini keputusan yang baik, tentu ini keputusan yang paling benar, tujuan awal Albab melangkahkan kakinya di Jogja bukannkah untuk mendapatkan NIM? Untuk dapat duduk di salah satu kursi di Universitas? Albab selalu mendapatkan jalannya karena berusaha dan berdoa serta mencoba dan tidak pernah melupakan niat dan tujuan awalnya.
Saat ini Albab sedang mencari pekerjaan lagi selagi sedang liburan semester, Albab tentu akan menemukan jalan keluarnya seperti biasa, entah dengan cara yang luar biasa atau dengan cara biasa dengan hasil luar biasa, tentu Albab sadar dan bangga pada dirinya sendiri karena langkahnya tidak terhambat oleh materi. Dan harga bangku kuliah hanyalah niatan, mencoba, usaha serta doa’a.
Cerpen Karangan: Reiza Indri L
Blog: reizaindri.blogspot.com
Facebook: facebook/reiza.indri
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar