Jumat, 20 Maret 2015

Sistem Pendidikan Jepang


Peraturan pendidikan di Jepang dapat dibedakan dalam dua periode, yaitu sebelum dan sesudah perang Dunia II. Sebelum perang, kebijakan pendidikan yang berlaku adalah Salinan Naskah Kekaisaran tentang Pendidikan (Imperial Rescript on Education). Dinyatakan bahwa para leluhur Kaisar terdahulu telah membangun Kekaisaran dengan berbasis pada nilai yang luas dan kekal, serta menanamkannya secara mendalam dan kokoh. Materi pelajarannya dipadukan dalam bentuk kesetiaan dan kepatuhan dari generasi ke generasi yang menggambarkan keindahannya.
Itulah kejayaan dari karakter Kaisar, dan ia juga telah mengendalikannya dengan sumber-sumber berpendidikan. Pendidikan hendaknya mampu mengafiliasikan seseorang kepada orang tuanya, suami isteri secara harmoni, sebagai sahabat sejati, menjadi diri sendiri yang sederhana dan moderat, mencurahkan kasih sayang kepada semua pihak, serta menuntut ilmu dan memupuk seni.
Dari situlah pendidikan tersebut dapat mengembangkan daya intelektual dan kekuatan moralnya yang sempurna, selalu menghormati konstitusi, dan menjalankan hukum. Dalam kondisi darurat sekalipun, diharapkan  dapat mempersembahkan keberanian demi negara, melindungi dan menjaga kesejahteraan istana Kaisar seusia langit dan bumi. Maka, tidaklah menjadi orang yang baik dan setia semata, melainkan mampu melanjutkan tradisi leluhur yang amat mulia.
Sesudah perang, mulai 3 November 1946, konstitusi baru Jepang menetapkan kebijakan pendidikannya atas dasar hak asasi manusia, jaminan kebebasan berfikir, dan hati nurani, kebebasan beragama, kebebasan akademik, dan hak bagi semua orang untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan kemampuan mereka. Pada Maret 1947, melalui Peraturan Pendidikan Nasional (School Education Law) ditetapkan susunan dasar pendidikan keseluruhan atas  dasar 6-3-3-4 beserta tujuan khusus pada tiap jenjangnya.
Pada Maret 1947 juga berlaku Hukum Dasar Pendidikan (Fundamental Law of Education) yang pada hakekatnya merupakan statement filsafat pendidikan demokratis yang dalam banyak hal berbeda dengan Imperial Rescript on Education. Misalnya, dalam hubungan antara warga dengan negara, dalamImperial Rescript on Education  disebutkan bahwa, Citizens have the duty to develop their intellectual and moral faculties, observethe laws, and offer themselves courageously to the State in order the quard and maintain the prosperity of Imperial throne (Imam Barnadib, 1986: 53), (setiap warga memiliki kewajiban untuk mengembangkan daya intelektual dan moral mereka, melaksanakan hukum dan mempersembahkan keberaniannya demi negara untuk melindungi dan menjaga kesejahteraan istana Kaisar).
Sedangkan dalam Fundamental Law of Education disebutkan bahwa, Citizen have the right to equal opportunity or receving education according to their ability; freedom from discrimination on acaount of race, cree sex, social status, economic position, or family origin; financial assistance, to the able needy, academin freedom, and the responsibility to build a peaceful State and society (Imam Banrnadib, 1986: 53), (Setiap warga memiliki kesempatan yang sama menerima pendidikan menurut kemampuan mereka, bebas dari diskriminasi atas dasar ras, jenis kelamin, status sosial, posisi ekonomi, asal usul keluarga, bantuan finansial, bagi yang memerlukan, kebebasan akademik, dan tanggung jawab untuk membangun negara dan masyarakat yang damai).
Perbedaan yang lain adalah mengenai tujuan pendidikan. Dalam Imperial Rescript on Education disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan kesetiaan dan ketaatan bagi Kaisar agar dapat memperoleh persatuan masyarakat di bawah ayah yang sama, yakni Kaisar. Adapun tujuan pendidikan menurut Fundamental Law of Education adalah untuk meningkatkan perkembangan kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan menanamkan jiwa yang bebas.
     

2.3  Pendidikan Wajib

Wajib sekolah berlaku bagi anak usia 6 sampai 15 tahun, tetapi kebanyakan anak bersekolah lebih lama dari yang diwajibkan. Tiap anak bersekolah di SD pada usia 6 tahun hingga 12 tahun, lalu SMP hingga usia 15 tahun. Pendidikan wajib ini bersifat cuma-cuma bagi semua anak, khususnya biaya sekolah dan buku. Untuk alat-alat pelajaran, kegiatan di luar sekolah, piknik dan makan siang di sekolah perlu membayar sendiri. namun bagi anak-anak dari keluarga yang tidak mampu mendapat bantuan khusus dari pemerintah pusat dan daerah.
Di samping itu ada juga bantuan untuk kebutuhan belajar, perawatan kesehatan, dan lain-lain. Seorang anak yang telah tamat SD diwajibkan meneruskan pendidikannya ke jenjang SMP. Dengan demikian, sekolah wajib ditempuh selama 9 tahun; 6 tahun di SD dan 3 tahun di SMP.
Hampir semua siswa di Jepang belajar bahasa Inggris sejak tahun pertama SMP, dan kebanyakan mempelajarinya paling tidak selama 6 tahun. Mata pelajaran wajib di SMP adalah bahasa Jepang, ilmu-ilmu sosial, matematika, sains, musik, seni rupa, pendidikan jasmani, dan pendidikan kesejahteraan keluarga. Berbagai mata pelajaran tersebut diberikan pada waktu yang berlainan setiap hari selama seminggu sehingga jarang ada jadwal pelajaran yang sama pada hari yang berbeda (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 177-178).

2.4  Pendidikan Menengah Atas

Ada tiga jenis SMA, yaitu: full time, part time (terutama malam hari), dan tertulis. Sekolah menengah yang full time berlangsung selama 3 tahun, sedangkan kedua jenis sekolah lainnya menghasilkan diploma yang setara. Bagian terbesar siswa mendapat pendidikan menengah atas di SMA full time.Jurusan di SMA dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan pola kurikulum, yaitu jurusan umum (akademis), pertanian, teknik, perdagangan, perikanan, home economic, dan perawatan. Untuk masuk ke salah satu jenis sekolah tersebut, siswa harus mengikuti ujian masuk dan membawa surat referensi dari SMP tempat ia lulus sebelumnya.
Hampir semua SMP dan SMA serta Universitas swasta menentukan penerimaan siswa melalui ujian masuk, dan setiap sekolah menyelenggakan ujian masuk sendiri. Siswa yang ingin masuk sekolah yang bersangkutan harus mengikuti ujian. Karena ujian masuk sangat sulit, siswa kerap mengikuti les tambahan (bimbingan belajar) di juku atau yobiko pada akhir pekan atau pada sore/malam hari biasa, selain pelajaran sekolahnya (Abd Rachman Assegaf, 2003: 178-179).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar